hemm

Minggu, 05 Mei 2013

REVIEW 4: KUALITAS HUKUM YANG DIPERLUKAN

IMPLEMENTASI HUKUM ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT
SEBAGAI SUMBANGSIH DALAM PEMBANGUNAN DI INDONESIA

OLEH: AZWAR PAKAYA

Kualitas Hukum Yang Diperlukan
Ada beberapa pendapat para ahli yang menyatakan bahwa ke depan ada 3 (tiga) faktor yang sangat potensi berpengaruh terhadap iklim persaingan bisnis yakni Pertama, PesatnYa perkembang teknologi. Kedua, penegakan hukum persaingan sehat. Ketiga, perlindungan konsumen. Ade Maman SuParman (2005: 52), menyatakan bidang hokum persaingan usaha di Indonesia relative masih baru, jika dilihat dari substansi memiliki karakteristik yang unik, tidak hanya ditujukan bagi kepentingan konsumen juga terciptanya efisiensi ekonomi melalui PenciPtaan dan pemeliharaan iklim yang kondusif. Dengan demikian Persaingan usaha yaang sehat di Indonesia akan banyak tergantung dari kualitas hokum persaingan usaha. Hukum persaingan usaha merupakan suatu bidang hokum dengan interaksi tinggi antara konsep hukum dan ekonomi (Wibowo dan Sinaga,2005: V). Pemerintah Paling tidak memberikan respon Positif dalam bidang perekonomian bahkan tidak bersifat sepihak, artinya pemerintah terlalu ikut campur dalam memberikan berbagai fasilitas kemudahan bahkan pelaku usaha seringkali dimanjakan. Akibatnya banYak Pelaku usaha melakukan praktek-praktek monopoli dalam melakukan kegiatan usaha, Sekaligus konsumen kurang mendapat perlindungan. Dengan demikian hukum anti monopoli memegan bertujuan untuk mendorong dan menjaga timbulnYa suatu kompetisi pasar. Dalam doktrin ilmu hukum dan ekonomi, suatu Pasar yang kompetitif memiliki karakteristik yakni: Pertama, terdaPat banYak pembeli dan Penjual. Kedua, tidak satupun perusahaan dianggap sangat besar, sehingga tidak tanduk perusahaan tersebut dapat mempengaruhi harga pasar. Ketiga, produk dipasar cukup homogen, di mana setiap produk sanggup menjadi substitusi bagi yang lain. Keempat, tidak terdapat penghalang untuk memasuki pasar (barrier to entry). Kelima, kemampuan untuk meningkatkan produksi tidak ada rintangan. Keenant, produsen dan konsumen mempunyai informasi yang lengkap mengenai faktor-faktor yang relevan tentang pasar. Ketujuh, keputusan yang diambil oleh produsen dan konsumen bersifat individual dan tidak terkoordinasi antar sesame produsen maupun konsumen (Salelr, 2007:26-27).

REVIEW 3: ABSTRACT

lmplementasi Hukum Anti Monopoli Dan Persaingan tidak sehat
Sebagai Sumbangsih Dalam Pembangunan Di Indonesia
Oleh: Azwar Pakaya

Abstract
Economics crisis affecting at crisis in all areas, started from practice of indisposed economic activity. Competition faced by economic perpetrator in 2lth century is competition in global area. In order to growing and extends econotnics concept that prohibiting of practices of indisposed monopolies and emulation to all nation lentrepreneur intplemented as according to nationality economics theme, its will be face to faces with various challenges and constraint. The Cowtraint or challenge is inter alia, in the form: Firstly, continuously corruption, collution and nepotism (KKN). Second, collection bureaucracy. Third, dependency qt credit. Fourth, overseas debt. Fiftla international qnd domestic market. With implementaion of UU No. 5/1999 qbout Prohibition Of Monopoly Practices and Emulation of lndisposed Business and UU No 8/1999 about Consumerism, hence pushing the business perpetrator . for trying corupetitively in corporate world and consumer will not sacrificed.
Kata Kunci: Hukum, Anti Monopoli, Persaingan Tidak Sehat, Pembangunan.

Pendahuluan
Dalam perkembangan dunia ekonomi saat ini, ada dua isu penting yang kiranya menarik untuk dikaji dan dibahas, yakni praktik monopoli dan persaingan tidak sehat, yang keduanya merupakan perrnasalahan dunia ekonomi yang' seharusnya mendapat tempat tersendiri dalam pengaturan hukum kita. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka untuk memenuhi tuntutan globalisasi, di mana suatu sistem ekonomi suatu negara akan terdesak atau kalah bersaing dengan negara lain, atau dengan bahasa sederhananya ekonomi suatu Negara akan dipengaruhi dan mempengaruhi ekonomi suatu negara lain atau balikan ekonomi dunia. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana perekonomian kita di zaman orde lama dan orde baru yang sangat tergantung pada bantuan Negara-negara yang ada di dunia, termasuk Belanda, Jepang, Amerika Serikat dan lain sebagainya. Impas dari ketergantungan tersebut adalah tekanan-tekanan dalam berbagai bidang termasuk bidang tata negara, bidang politik sarnpai penentuan kebijakan ekonomi Indonesia kedepan yang diberikan oleh negara-negara yang memberikan bantuan kepada Indonesia.
Hasilnya adalah negara trndonesia tidak berdaya terhadap intervensi yang diberikan negara-negara yang selalu setiap saat memberikan bantuannya kepada Indonesia. Puncaknya ketika tahun 1998 terjadi krisis ekonomi global, Negara-negara yang tadinya memberikan bantuan ke Indonesia, akhirnya menarik diri dan tidak bersedia lagi memberikan bantuan ke Indonesia. Akibatnya negara Indonesia yang sudah terbiasa dengan bantuan tersebut mengalami keguncangan ekonomi yang luar biasa dan berimpas pada proses pergantian rezim kekuasaan dari orde baru ke era reformasi.
Sesungguhnya kalau kita renungkan bahwa krisis yang ekonomi yang berdampak pada krisis di segala bidang, tidak lain diawali dari praktek kegiatan ekonomi yang tidak sehat. Dapat dikatakan bahwa ketergantungan pada suatu negara atau beberapa Negara lain merupakan suatu peluang ke arah bisnis ekonomi yang tidak baik. Hal ini terjadi karena pelaku ekonomi hanya itu-itu saja, dan sudah pasti akan menimbulkan tingkat egoisme yang tinggi atau praktek monopili yang pada akhirnya berimbas ke dunai persaingan ekonomi yang tidak sehat. Pada hakekatnya, berbicara tentang dunia bisnis ekonomi maka tidak terlepas pada masalah kompetisi. IImu ekonomi dapat dikatakan sebagai ilmu (science of competition)( Jepma dan Rhoen, 1996: 7-8). Selai itu ekonomi dapat dipandang sebagai science of scarcity. Pendapat di atas tersebut harus diakui realistik, karena pada dasarnya manusia berusaha memenuhi keinginan melalui resources yang ada dan terbatas, sehingga manusia berkompetisi untuk memenuhi keinginannya. Harus diakui bahwa kompetisi yang dihadapi pelaku ekonomi di abad ke 21 adalah kompetisi yang serba global. Bahkan dapat dikatakan perekonomian di dalam negari saja, seperti pasar-pasar domestik di muka bumi, menjadi bagian dari pasar global, karena menang atau kalahnya produk dalam pasar tersebut terkait dengan persaingan yang terjadi di pasar global, tennasuk penentuan harga yang sudah mengacu harga global. Akibatnya organisasi bisnis paling kecilpun menuntut pengelolaan kelas global pula. Pada dasarnya arus globalisasi tidak lianya dipicu oleh persaingan pasar, tetapi juga interpendensi global yang baru, seperti makin dominannya lembaga-lembaga internasional seperti lMF, Bank Dunia, dan WTO, serta meningkatnya pengelompokan pasar belbagai kawasan. Secara ekonomi kedaulatan setiap negara terkikis. Persaingan global bermakna tantangan efisiensi dan daya saing yang makin beragam dan rumit. Acuan efisiensi dan daya saing bangsa tak lain dari dinamika persaingan pasar global yang terbuka dan terbebas. Hal ini menyebabkan pemerintah dan para pelaku utama ekonomi tidak memiliki alternatif lain kecuali memberantas sumber-sumber ekonomi biaya tinggi seperti egoisme sektoral, monopoli, serta segala sesuatu yang ada hubungannya dengan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Politik hukum ekonomi kita haruslah mengacu pada rumusan pasal 33 UUD 1945, di mana di jelaskan bahwa perekonomian di susun berdasar asas kekeluargaan, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan masyarakat dikuasai oleh negara, serta semua kekayaan alama dipergunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat banyak. Rumusan Pasal 33 UUD 1945 tersebut dapat dikatakan sebagai usaha untuk menciptakan Negara kesejahteraan. Dengan kata lain system liberal bukanlah sistem yang dipakai atau dianut oleh negara Indonesia. Hakekat Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat Dalam Pasal I ayat (l) UU No 5 tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, disebutkan bahwa monopoli adalah suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang atau atas penggunaan jasa tertentu oleh pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Sementara dalam Kamus Black's Law Dictionary secara detail menegaskan bahwa monopoly l's privilege or peculiar advantage vested in one or more persons or companies, consisting in the exclusive right (or power) to cary out on a particular business or trade, manufacture a particular article, or control the sale of the whole supply of a particular commodity.
Menurut Rahayu Hartini (2006: 189), praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Pada dasarnya, apabila dicermati bahwa suatu praktik monopoli tersebut harus dibuktikan adanya unsur mengakibatkan persaingan tidak sehat dan merugikan kepentingan umum (Suherman, 2005: 87).
Sementara yang dimaksud dengan persaingan tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan jasa yang dilakukan dengan cara atav tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha (Hartini, 2006: 190).

REVIEW 2: KEMITRAAN


Peranan UU No. 5/1999
Dalam Dunia Bisnis di Indonesia1
Oleh Anton J Supit

Kemitraan
Demikian juga masalah kemitraan antara pelaku usaha kecil dengan menengah atau pelaku usaha besar, KPPU dapat memberikan gambaran (guideline) yang jelas bahwa kemitraan antara usaha kecil dengan usaha besar tidak dilarang oleh UU Antimonopoli. Kemitraan yang bagaimana yang dilarang dan yang diijinkan, sehingga pelaku usaha tidak ragu-ragu melakukan kemitraan antara pelaku usaha yang satu dengan pelaku usaha yang lain. Ketentuan pasal 14 UU Antimonopoli tidak melarang adanya kemitraan bisnis (integrasi vertikal), asalkan kemitraan tersebut tidak memonopoli suatu produk (barang) tertentu dan tidak mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat, serta tidak ada penetapan harga (price fixing) yang harus dibayar oleh konsumen. Karena adakalanya suatu bisnis dapat berjalan lebih baik dengan melakukan kemitraan atau kerjasama dengan perusahaan lain. Misalnya, pada usaha Day Old Chick (DOC), usaha pertanian dan lain-lain. Berdasarkan pemaparan tersebut pelaku usaha memerlukan guideline untuk dapat lebih memahami dan melaksanakan ketentuan UU Antimonopoli tersebut secara benar. Dengan demikian KPPU tidak hanya sebagai pengawas pelaksana UU Antimonopoli seperti polisi penjaga malam, tetapi juga dapat sebagai guidance bagi setiap pelaku usaha.

Kebijakan Pemerintah langgar ketentuan UU Antimonopoli
Selain pelaku usaha melakukan pelanggaran terhadap ketentuan UU Antimonopoli, kenyataannya pemerintah juga melanggar ketentuan UU Antimonopoli melalui kebijakan-kebijakan ekonomi yang dikeluarkannya yang dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat pada pasar yang bersangkautan. Misalnya, pemerintah dalam hal ini Menperindag mengeluarkan SK No. 643/MPP/Kep/9/2002 tentang Tata Niaga Impor Gula, yang menunjuk beberapa importir gula, dan pada tgl. 17 Februari 2004 Menperindag mengeluarkan Kep. No. 61/MPP/2/Kep/2004 tentang Perdagangan Gula Antar Pulau. Keputusan Menperindag ini bertentangan dengan konsep UU Antimonopoli, karena melarang memperdagangkan antar pulau gula kristal rafinasi
produk dalam negeri yang berasal dari:
a.       Gula Kristal Mentah/Gula Kasar, kecuali diperdagangkan dari industri rafinasi kepada industri makanan, minuman dan farmasi;
b.      Gula Kristal Rafinasi Impor;
c.       Gula Kristal Mentah/Gula Kasar.

Berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat 1 Kep. No. 61/MPP/2/Kep/2004 tersebut gula tersebut hanya dapat dipasarkan oleh distributor tertentu dan ke wilayah tertentu. Kesempatan yang sama bagi pelaku usaha untuk mendistribusikan gula sebagaimana di dalam pasal 3 ayat 1 tersebut menjadi terkonsentrasi. Artinya, harus ada ijin khusus dari Direktur Jenderal berdasarkan rekomendasi dari Direktur Jenderal Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan (ayat 2 pasal 3 Kep. No. 61/MPP/2/Kep/2004). Hal ini jelas bertentangan dengan sistem ekonomi pasar sebagaimana disampaikan di awal paper ini.

REVIEW 1: PENDAHULUAN


PERANAN UU No. 5 / 1999
DALAM DUNIA BISNIS DI INDONESIA

ANTON J SUPIT


Pendahuluan
UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli) berumur lima tahun sejak diundangkanya dan berlaku efektif baru empat tahun yaitu sejak tgl. 5 Maret 2000. Dalam usia empat tahun berlakunya UU Antimonopoli tersebut, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ingin mendapatkan masukan dari stakeholdernya, seperti dari pelaku usaha, ahli hukum persaingan, praktisi hukum, pemerintah, DPR dan lain-lain. Sebagai pelaku usaha saya diminta juga memberikan suatu tinjauan terhadap pelaksanaan UU Antimonopoli tersebut. Untuk itu saya memberi judul makalah saya “Peranan UU No. 5/1999 Dalam Dunia Bisnis di Indonesia”. Dalam paper ini akan ditinjau dampak UU Antimonopoli terhadap dunia bisnis Indonesia.

Tujuan UU Antimonopoli
Untuk mengetahui dampak UU Antimonopoli terhadap dunia bisnis, maka perlulah dilihat tujuan dari UU Antimonopoli. Berhasil tidaknya pelaksanaan UU Antimonopoli tersebut dapat diukur, jika tujuan UU Antimonopoli tersebut dapat dicapai. Dari kaca mata pelaku usaha tujuan UU Antimonopoli yang ditetapkan di dalam pasal 3 tersebut adalah menjadi harapan para pelaku usaha, yaitu:
  • terwujudnya iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha, bagi pelaku usaha besar, menengah dan pelaku usaha kecil;
  • mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat;
  • terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha; dan yang terakhir sebagai akibat dari tiga tujuan sebelumnya adalah
  • untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.