SORE DI BUS KOTA
Kala
itu hujan sedang turun, aku duduk di bus yang sudah usang, namun penuh sesak
dengan orang yang menumpang. Sebenarnya bus ini sudah tak layak untuk
digunakan. Bangku yang sudah rusak, besi yang berkarat, pijakan yang sudah
bolong, pokoknya bahaya. Tapi apalah
daya, hanya ini angkutan masal yang murah, yang dapat di jangkau oleh semua
kalangan.
“Ah,
apa ini?”, aku terkaget ketika ada air hujan yang masuk dari celah-celah
jendela bus. “Parah”, gumam ku “kenapa gini banget sih bis di Jakarta,
bener-bener gak pantas buat ngangkut orang”. Sayangnya aku hanya bisa mengeluh
tanpa bisa berbuat apa-apa untuk membuat transportasi jadi lebih baik. Rasa
kesal ku akan bus butut ini teralihkan oleh dua orang pengamen yang memaksa
masuk walaupun sudah sangat penuh. Salah seorang pengamen membawa Gendang, dan
satunya lagi membawa gitar. Mereka mulai menyanyikan lagu rohani lalu di
lanjutkan dengan lagu tentang kehidupan. Setelah selesai bernyanyi mereka
langsung berjalan untuk meminta uang. Karena tak ada uang receh dan rasanya
sayang untuk memberi 2000 rupiah, jadi aku tidak memberi uang kepada pengamen
itu. Setelah beberapa saat mereka selesai meminta uang, terdengar di kupingku
pengamen itu mengumpat kami yang ada di dalam bus dengan kata kotor, entah
karena tidak ada atau hanya sedikit yang memberi. “Ya ampun, bertolak belakang
banget sama lagu yang di nyanyiin. Ga nyangka”, ucap ku karena sangat kaget
mendengarnya.
Sudah
30 menit aku di dalam bus yang padat ini, namun masih jauh dari tujuan. Macet,
satu kata yang sudah pasti menjadi alasan mengapa sampai setengah jam aku masih
terjebak. Setidaknya bus tidak terlalu panas dan gerah karena di luar masih
hujan, ya, hanya itu yang bagus dari suasana seperti ini. Perlahan bus mulai
bergerak, pelan, sedikit demi sedikit, lalu berhenti lagi.
‘Haaaaaaaaaaaaaaaaah! Kapan aku sampai kalau seperti ini terus??!!”, teriak ku
dalam hati. Wajar saja jika macet, saat ini adalah waktunya pulang kantor. Jadi
semua orang pasti juga langsung membawa kendaraan mereka agar bisa cepat berada
di rumah.
“Ah,
akhirnya! Sampai juga di rumah”, ucap ku senang. “Hari ini melelahkan, di
kampus saja sudah sangat cape, di tambah perjalanan yang lama dan sumpek,
semoga hari ini tidak setiap hari”. Kadang aku berfikir, bagaimana mental
pekerja yang terjebak macet setiap hari, berjam-jam, pegal, dan kegerahan. Aku
kenal seseorang yang menjadi korban dari
kemacetan. Ia sempat stress sampai
berhenti bekerja dan pindah dari Jakarta. Itu semua karena macet, sungguh
berbahaya macet itu. Apalagi untuk para penumpang transpotasi umum, kendaraan
disini sangat tidak nyaman, makin membuat pusing.
“Buat
seneng aja deh, nanti jadi stress
lagi, hehehe”, aku berusaha untuk tetap mensyukuri apa yang aku alami hari ini.
Aku segera mandi dan bergegas untuk tidur. Bersiap menghadapi hari esok yang
kemungkinan akan sama dengan hari ini. Tapi, semua tetap ada hikmahnya kan?
YOHANNA SEPTANIA MD
27211556
3EB09