lmplementasi Hukum Anti Monopoli Dan Persaingan tidak sehat
Sebagai Sumbangsih Dalam Pembangunan Di Indonesia
Oleh: Azwar Pakaya
Abstract
Economics crisis affecting at crisis in all areas, started
from practice of indisposed economic activity. Competition faced by economic
perpetrator in 2lth century is competition in global area. In order to growing
and extends econotnics concept that prohibiting of practices of indisposed
monopolies and emulation to all nation lentrepreneur intplemented as according
to nationality economics theme, its will be face to faces with various
challenges and constraint. The Cowtraint or challenge is inter alia, in the
form: Firstly, continuously corruption, collution and nepotism (KKN). Second,
collection bureaucracy. Third, dependency qt credit. Fourth, overseas debt.
Fiftla international qnd domestic market. With implementaion of UU No. 5/1999
qbout Prohibition Of Monopoly Practices and Emulation of lndisposed Business
and UU No 8/1999 about Consumerism, hence pushing the business perpetrator .
for trying corupetitively in corporate world and consumer will not sacrificed.
Kata Kunci: Hukum, Anti Monopoli, Persaingan Tidak Sehat, Pembangunan.
Pendahuluan
Dalam perkembangan dunia ekonomi saat ini, ada dua isu
penting yang kiranya menarik untuk dikaji dan dibahas, yakni praktik monopoli
dan persaingan tidak sehat, yang keduanya merupakan perrnasalahan dunia ekonomi
yang' seharusnya mendapat tempat tersendiri dalam pengaturan hukum kita. Hal
ini perlu dilakukan dalam rangka untuk memenuhi tuntutan globalisasi, di mana
suatu sistem ekonomi suatu negara akan terdesak atau kalah bersaing dengan
negara lain, atau dengan bahasa sederhananya ekonomi suatu Negara akan
dipengaruhi dan mempengaruhi ekonomi suatu negara lain atau balikan ekonomi
dunia. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana perekonomian kita di zaman orde
lama dan orde baru yang sangat tergantung pada bantuan Negara-negara yang ada
di dunia, termasuk Belanda, Jepang, Amerika Serikat dan lain sebagainya. Impas
dari ketergantungan tersebut adalah tekanan-tekanan dalam berbagai bidang
termasuk bidang tata negara, bidang politik sarnpai penentuan kebijakan ekonomi
Indonesia kedepan yang diberikan oleh negara-negara yang memberikan bantuan
kepada Indonesia.
Hasilnya adalah negara trndonesia tidak berdaya terhadap
intervensi yang diberikan negara-negara yang selalu setiap saat memberikan
bantuannya kepada Indonesia. Puncaknya ketika tahun 1998 terjadi krisis ekonomi
global, Negara-negara yang tadinya memberikan bantuan ke Indonesia, akhirnya
menarik diri dan tidak bersedia lagi memberikan bantuan ke Indonesia. Akibatnya
negara Indonesia yang sudah terbiasa dengan bantuan tersebut mengalami
keguncangan ekonomi yang luar biasa dan berimpas pada proses pergantian rezim
kekuasaan dari orde baru ke era reformasi.
Sesungguhnya kalau kita renungkan bahwa krisis yang ekonomi yang
berdampak pada krisis di segala bidang, tidak lain diawali dari praktek kegiatan
ekonomi yang tidak sehat. Dapat dikatakan bahwa ketergantungan pada suatu
negara atau beberapa Negara lain merupakan suatu peluang ke arah bisnis ekonomi
yang tidak baik. Hal ini terjadi karena pelaku ekonomi hanya itu-itu saja, dan
sudah pasti akan menimbulkan tingkat egoisme yang tinggi atau praktek monopili
yang pada akhirnya berimbas ke dunai persaingan ekonomi yang tidak sehat. Pada
hakekatnya, berbicara tentang dunia bisnis ekonomi maka tidak terlepas pada
masalah kompetisi. IImu ekonomi dapat dikatakan sebagai ilmu (science of
competition)( Jepma dan Rhoen, 1996: 7-8). Selai itu ekonomi dapat dipandang
sebagai science of scarcity. Pendapat di atas tersebut harus diakui realistik,
karena pada dasarnya manusia berusaha memenuhi keinginan melalui resources yang
ada dan terbatas, sehingga manusia berkompetisi untuk memenuhi keinginannya. Harus
diakui bahwa kompetisi yang dihadapi pelaku ekonomi di abad ke 21 adalah
kompetisi yang serba global. Bahkan dapat dikatakan perekonomian di dalam
negari saja, seperti pasar-pasar domestik di muka bumi, menjadi bagian dari
pasar global, karena menang atau kalahnya produk dalam pasar tersebut terkait
dengan persaingan yang terjadi di pasar global, tennasuk penentuan harga yang
sudah mengacu harga global. Akibatnya organisasi bisnis paling kecilpun menuntut
pengelolaan kelas global pula. Pada dasarnya arus globalisasi tidak lianya
dipicu oleh persaingan pasar, tetapi juga interpendensi global yang baru,
seperti makin dominannya lembaga-lembaga internasional seperti lMF, Bank Dunia,
dan WTO, serta meningkatnya pengelompokan pasar belbagai kawasan. Secara
ekonomi kedaulatan setiap negara terkikis. Persaingan global bermakna tantangan
efisiensi dan daya saing yang makin beragam dan rumit. Acuan efisiensi dan daya
saing bangsa tak lain dari dinamika persaingan pasar global yang terbuka dan
terbebas. Hal ini menyebabkan pemerintah dan para pelaku utama ekonomi tidak
memiliki alternatif lain kecuali memberantas sumber-sumber ekonomi biaya tinggi
seperti egoisme sektoral, monopoli, serta segala sesuatu yang ada hubungannya
dengan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Politik hukum ekonomi kita haruslah mengacu
pada rumusan pasal 33 UUD 1945, di mana di jelaskan bahwa perekonomian di susun
berdasar asas kekeluargaan, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
masyarakat dikuasai oleh negara, serta semua kekayaan alama dipergunakan sepenuhnya
untuk kesejahteraan rakyat banyak. Rumusan Pasal 33 UUD 1945 tersebut dapat
dikatakan sebagai usaha untuk menciptakan Negara kesejahteraan. Dengan kata
lain system liberal bukanlah sistem yang dipakai atau dianut oleh negara
Indonesia. Hakekat Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat Dalam Pasal I
ayat (l) UU No 5 tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, disebutkan
bahwa monopoli adalah suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
barang atau atas penggunaan jasa tertentu oleh pelaku usaha atau satu kelompok
pelaku usaha. Sementara dalam Kamus Black's Law Dictionary secara detail menegaskan
bahwa monopoly l's privilege or peculiar advantage vested in one or more
persons or companies, consisting in the exclusive right (or power) to cary out
on a particular business or trade, manufacture a particular article, or control
the sale of the whole supply of a particular commodity.
Menurut Rahayu Hartini (2006: 189), praktek monopoli adalah pemusatan
kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan
dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan jasa tertentu sehingga
menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Pada
dasarnya, apabila dicermati bahwa suatu praktik monopoli tersebut harus
dibuktikan adanya unsur mengakibatkan persaingan tidak sehat dan merugikan kepentingan
umum (Suherman, 2005: 87).
Sementara yang dimaksud dengan persaingan tidak sehat adalah
persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau
pemasaran barang dan jasa yang dilakukan dengan cara atav tidak jujur atau
melawan hukum atau menghambat persaingan usaha (Hartini, 2006: 190).
Pada dasarnya kegiatan yang dilarang oleh UU No 5 tahun 1999
tentang Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, adalah berupa: Pertama, kegiatan
monopoli. Kedua, kegiatan monopsoni. Ketiga, penguasaan pasar. Keempat,
persekongkolan. Pertama, Kegiatan monopoli. Dalam hal ini pelaku usaha dilarang
melakukan praktik monopoli karena akan menimbulkan persaingan tidak sehat,
mengendalikan harga seenaknya, yang akhimya konsumen akan terabaikan. Dalam UU
No 5 tahun 1999 telah dirumuskan beberapa kriteria kegiatan rnonopoli yakni:
1)
pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas
produksi dan atau pemasaran barang dan jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
2)
pelaku usaha yang diduga atau dianggap melakukan
penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan jasa sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) apabila:
a.
barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada
subsitusinya;
b.
mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat
masuk ke dalam persaingan usaha barang atau jasa yang sama;
c.
satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku
usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu.
Kedua, kegiatan monopsoni.
Dalam ketentun Pasal 18 UU No 5 tahun 1999 mengatur tentang
larangan praktik monopsoni, yaitu:
1)
Pelaku usaha dilarang melakukan, menguasai
penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan jasa dalam
pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat;
2)
Pelaku usaha patut diduga atau dianggap
menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana di maksud
dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satujenis barang atau
jasa tertentu.
Ketiga, kegiatan penguasaan pasar.
Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan pasar, baik secara
sendiri-sendiri maupun bersamasama pelaku usaha lain yang mengakibatkan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidk sehat, berupa:
1)
menolak dan atau menghalangi pelaku usaha
tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan;
2)
menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha
pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha persaingan
itu;
3)
membatasi peredaran dan atau penjualan barang
dan atau jasa pada pasar bersangkutan;
4)
melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha
tertentu (Pasal 19 UU N 5 tahun 1999).
Keempat, kegiatan persekongkolan.
Beberapa bentuk persekongkolan yang dilarang oleh undang-undang
adalah sebagai berikut:
1)
pelaku usaha dilarang melakukan persekongkolan
dengan Pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan Pemenang tender sehingga
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat;
2)
pelaku usaha bersekongkol dengan pihak lain
untuk mendaPatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan rahasia
perusahaan;
3)
pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak
lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang atau jasa pelaku usaha
pesaingnya dengan maksud agar barang atau jasa Yang ditawarkan atau dipasok di
Pasar bersangkutan menjadi berkurang, baik dari jumlah, kualitas, maupun kecepatan
waktu yang dipersyaratkan.
Tantangan Pemerintah Di era Reformasi Konsep kepentingan nasional pada era
reformasi wajib dituangkan dalam butir-butir kebijakan (policy) yang lebih
transparan dan menampung aspirasi publik seca.ra lebih luas (Drajat, 2001: 9).
APa Yang terjadi dalam kurun waktu 64 tahun Indonesia merdeka merupakan
eksperimentasi dari berbagai tafsir ekonomi Yang terkadang condong kepada
etatisme dan dalam kesempatan lain condong rtne market economy. Dengan demikian
dapat dikatakan pemimpin kita telah gagal dalam merutnuskan sistem ekonomi
Pasal 33 UUD 1945. Pada zalnan era orde baru mengklaim bahwa apa yang dilakukan
dalam kegiatan ekonomi pada saat itu merupakan pengejawantahan dari sistem
ekonomi sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945. Dalam kurun waktu lebih kurang 30
tahun era orde baru berkuasa, sistem ekonomi kita dijalankan dengan tafsiran
kepada free market econonxy yang di sana sini di subversi oleh distorsi berupa
korupsi, kolusi dan nepotisme. Persaingan ekonomi di dorong, tetapi lisensi khusus
dan intervensi negara juga terjadi, sehingga tatanan ekonomi negara menjadi
rapuh tidak berdaya. Ekonomi dijalankan oleh kelas pengusaha yang berusaha
berkompetisi dengan fair, tetapi sekaligus berhadapan dengan kelas pengusaha yang
menggurita secara mena(ubkan karena proteksi, lisensi, dan fasilitasi khusus
seperti yang kita liliat pada sector perminyakan, telekomunikasi, otomotif,
semen dan cengkih, transportasi, infrastruktur dan lain sebagainya.
Sehubungan dengan hal itu, maka Todung Mulya Lubis (2001:
21), menyatakan zamafl orde baru yang berkuasa pada waktu itu dapat dikatakan
pembangunan ekonomi telah dijadikan sebagai panglima. Untuk atas nama
pembangunan ekonomi, stabilitas dalam artian kearnanau dan ketertiban menjadi
persyarat rlutlak. Kebijakan yang refresif menjadi suatu hal yang bergandengan
dengan pembangunan ekonomi, dan dalam konteks ini dominasi militer menjadi
instrumental. Melihat kenyataan yang ada di mana paket deregulasi hukum yang dikeluarkan
selama ini menunjukan konsep reformasi ekonomi justru semakin tidak jelas.
Deregulasi hokum yang dikeluarkan tergantung pada kebutuhan pasar, tetapi
sering pula tergantung pada kepentingan bisnis sekelompok orang tertentu yang bias
saja punya hubungan dengan pemilik kekuasaan. Kesemerawutan dalam paket deregulasi
hukum yang terjadi, namun kenyataannya tetap saja telah membawa pemerintah
untuk meratifikasi berbagai traktat internasional mengenai ekonomi seperti
GATT, GATS, TRIMs dan TRIPs sebagai tindak lanjut dari keanggotaan Indonesia
pada WTO. Sebelumnya telah diratifikasi berbagai konvensi seperti patent
cooperation treaty, berne convention dan New York convention yang pada dasarnya
bertujuan untuk meliberalkan system ekonomi dan menjadikan negara ini sebagai
bagian dari pasar bebas global. Dalam menumbuhkan dan memperluas konsep ekonomi
yang melarang praktek monopoli dan persaingan yang tidak sehat bagi para pengusaha
nasional sesuai dengan tema ekonomi kerakyatan, akan berhadapan dengan berbagai
tantangan dan kendala yang dihadapi. Kendala atau tantangan tersebut antara
lain, berupa: pertama, lingkungan KKN yang terus menerus bertahan dan
diperbaharui di dalam tubuh negara. Kedua, sudah menjadi pengetahuan umum, baik
usaha koperasi maupun usaha kecil dan menengah sejauh ini tak terbatas dari pergumulan
kasus-kasus korupsi, ataupun menghadapi masalah birokrasi pungutan. Melebarnya
lingkungan KKN menjadi perintang bagi peneguhan ekonomi kerakyatan yang tak
memiliki aparat kepolisian atai kejaksaan untuk menyabu bersih KKN, baik ditubuh
koperasi maupun yang dihadapi usaha kecil dan menengah. Ketiga, persoalan
serius yang dihadapi perekonomian nasional, apalagi ekonomi kerakyatan pada
saat ini adalah krisis yang berkepanjangan yang hingga kini belum teratasi. Ketergantungan
aktor-aktor ekonomi dalam hal ini para pengusaha terhadap kredit dan fasilitas
negara. Keempai, dalam menabur uang ekonomi kerakyatan perlu diingat bahwa dana
yang berasal dari ApBN, sebagiannya bersumber dari utang luar negeri. Jika gagal
membuahkan lrasil yang diharapkan, resiko yang dipikul adalali kian
menggunungnya timbunan utang luar negeri. Kelima, tanpa memperjelas produk-produk
unggulan yang dibayangkan dalam ekonomi kerakyatan, sudah tentu merupakan rintangan
untuk mencapai hasil seperti yang dipropogandakan. Hal ini jelas menyangkut
pasar, baik luasnya pasar domestik maupun pasar dunia (Hendardi, 200 I : 50-5
l).
Kenyataannya bahwa struktur dunia usaha kita sangat
didominasi oleh perusahaan berskala besar dan raksasa. Hal ini tidak Iain
karena ada kedekatan dengan pengambil kebijakan yakni pemegang kekuasaan.
YOHANNA SEPTANIA MD
27211556
2EB09
Tidak ada komentar:
Posting Komentar