hemm

Minggu, 05 Mei 2013

REVIEW 3: ABSTRACT

lmplementasi Hukum Anti Monopoli Dan Persaingan tidak sehat
Sebagai Sumbangsih Dalam Pembangunan Di Indonesia
Oleh: Azwar Pakaya

Abstract
Economics crisis affecting at crisis in all areas, started from practice of indisposed economic activity. Competition faced by economic perpetrator in 2lth century is competition in global area. In order to growing and extends econotnics concept that prohibiting of practices of indisposed monopolies and emulation to all nation lentrepreneur intplemented as according to nationality economics theme, its will be face to faces with various challenges and constraint. The Cowtraint or challenge is inter alia, in the form: Firstly, continuously corruption, collution and nepotism (KKN). Second, collection bureaucracy. Third, dependency qt credit. Fourth, overseas debt. Fiftla international qnd domestic market. With implementaion of UU No. 5/1999 qbout Prohibition Of Monopoly Practices and Emulation of lndisposed Business and UU No 8/1999 about Consumerism, hence pushing the business perpetrator . for trying corupetitively in corporate world and consumer will not sacrificed.
Kata Kunci: Hukum, Anti Monopoli, Persaingan Tidak Sehat, Pembangunan.

Pendahuluan
Dalam perkembangan dunia ekonomi saat ini, ada dua isu penting yang kiranya menarik untuk dikaji dan dibahas, yakni praktik monopoli dan persaingan tidak sehat, yang keduanya merupakan perrnasalahan dunia ekonomi yang' seharusnya mendapat tempat tersendiri dalam pengaturan hukum kita. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka untuk memenuhi tuntutan globalisasi, di mana suatu sistem ekonomi suatu negara akan terdesak atau kalah bersaing dengan negara lain, atau dengan bahasa sederhananya ekonomi suatu Negara akan dipengaruhi dan mempengaruhi ekonomi suatu negara lain atau balikan ekonomi dunia. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana perekonomian kita di zaman orde lama dan orde baru yang sangat tergantung pada bantuan Negara-negara yang ada di dunia, termasuk Belanda, Jepang, Amerika Serikat dan lain sebagainya. Impas dari ketergantungan tersebut adalah tekanan-tekanan dalam berbagai bidang termasuk bidang tata negara, bidang politik sarnpai penentuan kebijakan ekonomi Indonesia kedepan yang diberikan oleh negara-negara yang memberikan bantuan kepada Indonesia.
Hasilnya adalah negara trndonesia tidak berdaya terhadap intervensi yang diberikan negara-negara yang selalu setiap saat memberikan bantuannya kepada Indonesia. Puncaknya ketika tahun 1998 terjadi krisis ekonomi global, Negara-negara yang tadinya memberikan bantuan ke Indonesia, akhirnya menarik diri dan tidak bersedia lagi memberikan bantuan ke Indonesia. Akibatnya negara Indonesia yang sudah terbiasa dengan bantuan tersebut mengalami keguncangan ekonomi yang luar biasa dan berimpas pada proses pergantian rezim kekuasaan dari orde baru ke era reformasi.
Sesungguhnya kalau kita renungkan bahwa krisis yang ekonomi yang berdampak pada krisis di segala bidang, tidak lain diawali dari praktek kegiatan ekonomi yang tidak sehat. Dapat dikatakan bahwa ketergantungan pada suatu negara atau beberapa Negara lain merupakan suatu peluang ke arah bisnis ekonomi yang tidak baik. Hal ini terjadi karena pelaku ekonomi hanya itu-itu saja, dan sudah pasti akan menimbulkan tingkat egoisme yang tinggi atau praktek monopili yang pada akhirnya berimbas ke dunai persaingan ekonomi yang tidak sehat. Pada hakekatnya, berbicara tentang dunia bisnis ekonomi maka tidak terlepas pada masalah kompetisi. IImu ekonomi dapat dikatakan sebagai ilmu (science of competition)( Jepma dan Rhoen, 1996: 7-8). Selai itu ekonomi dapat dipandang sebagai science of scarcity. Pendapat di atas tersebut harus diakui realistik, karena pada dasarnya manusia berusaha memenuhi keinginan melalui resources yang ada dan terbatas, sehingga manusia berkompetisi untuk memenuhi keinginannya. Harus diakui bahwa kompetisi yang dihadapi pelaku ekonomi di abad ke 21 adalah kompetisi yang serba global. Bahkan dapat dikatakan perekonomian di dalam negari saja, seperti pasar-pasar domestik di muka bumi, menjadi bagian dari pasar global, karena menang atau kalahnya produk dalam pasar tersebut terkait dengan persaingan yang terjadi di pasar global, tennasuk penentuan harga yang sudah mengacu harga global. Akibatnya organisasi bisnis paling kecilpun menuntut pengelolaan kelas global pula. Pada dasarnya arus globalisasi tidak lianya dipicu oleh persaingan pasar, tetapi juga interpendensi global yang baru, seperti makin dominannya lembaga-lembaga internasional seperti lMF, Bank Dunia, dan WTO, serta meningkatnya pengelompokan pasar belbagai kawasan. Secara ekonomi kedaulatan setiap negara terkikis. Persaingan global bermakna tantangan efisiensi dan daya saing yang makin beragam dan rumit. Acuan efisiensi dan daya saing bangsa tak lain dari dinamika persaingan pasar global yang terbuka dan terbebas. Hal ini menyebabkan pemerintah dan para pelaku utama ekonomi tidak memiliki alternatif lain kecuali memberantas sumber-sumber ekonomi biaya tinggi seperti egoisme sektoral, monopoli, serta segala sesuatu yang ada hubungannya dengan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Politik hukum ekonomi kita haruslah mengacu pada rumusan pasal 33 UUD 1945, di mana di jelaskan bahwa perekonomian di susun berdasar asas kekeluargaan, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan masyarakat dikuasai oleh negara, serta semua kekayaan alama dipergunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat banyak. Rumusan Pasal 33 UUD 1945 tersebut dapat dikatakan sebagai usaha untuk menciptakan Negara kesejahteraan. Dengan kata lain system liberal bukanlah sistem yang dipakai atau dianut oleh negara Indonesia. Hakekat Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat Dalam Pasal I ayat (l) UU No 5 tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, disebutkan bahwa monopoli adalah suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang atau atas penggunaan jasa tertentu oleh pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Sementara dalam Kamus Black's Law Dictionary secara detail menegaskan bahwa monopoly l's privilege or peculiar advantage vested in one or more persons or companies, consisting in the exclusive right (or power) to cary out on a particular business or trade, manufacture a particular article, or control the sale of the whole supply of a particular commodity.
Menurut Rahayu Hartini (2006: 189), praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Pada dasarnya, apabila dicermati bahwa suatu praktik monopoli tersebut harus dibuktikan adanya unsur mengakibatkan persaingan tidak sehat dan merugikan kepentingan umum (Suherman, 2005: 87).
Sementara yang dimaksud dengan persaingan tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan jasa yang dilakukan dengan cara atav tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha (Hartini, 2006: 190).
Menurut Munir Fuady {1999: 146-147), monopoli dilarang karena terdapat berbagai aspek negatif, yakni Pertama, ketinggian harga. Karena tidak adanya kompetisi, maka harga akan tinggi. Ha.l ini akan mendorong timbulnya inflasi sehingga merugikan masyarakat luas. Kedua excess profit yaitu terdapatnya keuntungan di atas keuntungan normal karena suatu monopoli. Karenanya monopoli merupakan suatu pranata ketidakadilan. Ketiga, eksploitasi, hal ini dapat terjadi baik terhadap buruh dalam bentuk upah, lebih-lebih terhadap konsumen, karena rendahnya mutu produk dan hilangnya hak pilih dari konsumen. Keempat, pemborosan, karena perusahaan monopoli cenderung tidak beroperasi pada average cost yang minimum, menyebabkan ketidakbagusan perusahaan, dan akhirnya cost tersebut ditanggung konsumen. Kelima, entry baruier, karena monopoli menguasai pangsa pasar yang besar, maka perusahaan lain terhambat untuk bisa masuk ke bidang perusahaan tersebut, dan pada gilirannya nanti akan mematikan usaha kecil. Keenam, ketidakmerataan pendapatan. Hal ini karena timbulnya unsur akumulasi modal dan pendapatan dari usaha monopoli. Ketujuh, bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Monopoli bertentangan dengan sila kelirna Pancasila dan Pasal 33 UUD 1945, yakni prinsip-prinsip usaha bersama, asas kekeluargaan dan asas sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pada dasarnya kegiatan yang dilarang oleh UU No 5 tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, adalah berupa: Pertama, kegiatan monopoli. Kedua, kegiatan monopsoni. Ketiga, penguasaan pasar. Keempat, persekongkolan. Pertama, Kegiatan monopoli. Dalam hal ini pelaku usaha dilarang melakukan praktik monopoli karena akan menimbulkan persaingan tidak sehat, mengendalikan harga seenaknya, yang akhimya konsumen akan terabaikan. Dalam UU No 5 tahun 1999 telah dirumuskan beberapa kriteria kegiatan rnonopoli yakni:
1)      pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
2)      pelaku usaha yang diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a.       barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada subsitusinya;
b.      mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang atau jasa yang sama;
c.       satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.


Kedua, kegiatan monopsoni.
Dalam ketentun Pasal 18 UU No 5 tahun 1999 mengatur tentang larangan praktik monopsoni, yaitu:
1)      Pelaku usaha dilarang melakukan, menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
2)      Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana di maksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satujenis barang atau jasa tertentu.
Ketiga, kegiatan penguasaan pasar.
Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan pasar, baik secara sendiri-sendiri maupun bersamasama pelaku usaha lain yang mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidk sehat, berupa:
1)      menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan;
2)      menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha persaingan itu;
3)      membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;
4)      melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu (Pasal 19 UU N 5 tahun 1999).

Keempat, kegiatan persekongkolan.
Beberapa bentuk persekongkolan yang dilarang oleh undang-undang adalah sebagai berikut:
1)      pelaku usaha dilarang melakukan persekongkolan dengan Pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan Pemenang tender sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat;
2)      pelaku usaha bersekongkol dengan pihak lain untuk mendaPatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan rahasia perusahaan;
3)      pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang atau jasa Yang ditawarkan atau dipasok di Pasar bersangkutan menjadi berkurang, baik dari jumlah, kualitas, maupun kecepatan waktu yang dipersyaratkan.
Tantangan Pemerintah Di era Reformasi  Konsep kepentingan nasional pada era reformasi wajib dituangkan dalam butir-butir kebijakan (policy) yang lebih transparan dan menampung aspirasi publik seca.ra lebih luas (Drajat, 2001: 9). APa Yang terjadi dalam kurun waktu 64 tahun Indonesia merdeka merupakan eksperimentasi dari berbagai tafsir ekonomi Yang terkadang condong kepada etatisme dan dalam kesempatan lain condong rtne market economy. Dengan demikian dapat dikatakan pemimpin kita telah gagal dalam merutnuskan sistem ekonomi Pasal 33 UUD 1945. Pada zalnan era orde baru mengklaim bahwa apa yang dilakukan dalam kegiatan ekonomi pada saat itu merupakan pengejawantahan dari sistem ekonomi sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945. Dalam kurun waktu lebih kurang 30 tahun era orde baru berkuasa, sistem ekonomi kita dijalankan dengan tafsiran kepada free market econonxy yang di sana sini di subversi oleh distorsi berupa korupsi, kolusi dan nepotisme. Persaingan ekonomi di dorong, tetapi lisensi khusus dan intervensi negara juga terjadi, sehingga tatanan ekonomi negara menjadi rapuh tidak berdaya. Ekonomi dijalankan oleh kelas pengusaha yang berusaha berkompetisi dengan fair, tetapi sekaligus berhadapan dengan kelas pengusaha yang menggurita secara mena(ubkan karena proteksi, lisensi, dan fasilitasi khusus seperti yang kita liliat pada sector perminyakan, telekomunikasi, otomotif, semen dan cengkih, transportasi, infrastruktur dan lain sebagainya.
Sehubungan dengan hal itu, maka Todung Mulya Lubis (2001: 21), menyatakan zamafl orde baru yang berkuasa pada waktu itu dapat dikatakan pembangunan ekonomi telah dijadikan sebagai panglima. Untuk atas nama pembangunan ekonomi, stabilitas dalam artian kearnanau dan ketertiban menjadi persyarat rlutlak. Kebijakan yang refresif menjadi suatu hal yang bergandengan dengan pembangunan ekonomi, dan dalam konteks ini dominasi militer menjadi instrumental. Melihat kenyataan yang ada di mana paket deregulasi hukum yang dikeluarkan selama ini menunjukan konsep reformasi ekonomi justru semakin tidak jelas. Deregulasi hokum yang dikeluarkan tergantung pada kebutuhan pasar, tetapi sering pula tergantung pada kepentingan bisnis sekelompok orang tertentu yang bias saja punya hubungan dengan pemilik kekuasaan. Kesemerawutan dalam paket deregulasi hukum yang terjadi, namun kenyataannya tetap saja telah membawa pemerintah untuk meratifikasi berbagai traktat internasional mengenai ekonomi seperti GATT, GATS, TRIMs dan TRIPs sebagai tindak lanjut dari keanggotaan Indonesia pada WTO. Sebelumnya telah diratifikasi berbagai konvensi seperti patent cooperation treaty, berne convention dan New York convention yang pada dasarnya bertujuan untuk meliberalkan system ekonomi dan menjadikan negara ini sebagai bagian dari pasar bebas global. Dalam menumbuhkan dan memperluas konsep ekonomi yang melarang praktek monopoli dan persaingan yang tidak sehat bagi para pengusaha nasional sesuai dengan tema ekonomi kerakyatan, akan berhadapan dengan berbagai tantangan dan kendala yang dihadapi. Kendala atau tantangan tersebut antara lain, berupa: pertama, lingkungan KKN yang terus menerus bertahan dan diperbaharui di dalam tubuh negara. Kedua, sudah menjadi pengetahuan umum, baik usaha koperasi maupun usaha kecil dan menengah sejauh ini tak terbatas dari pergumulan kasus-kasus korupsi, ataupun menghadapi masalah birokrasi pungutan. Melebarnya lingkungan KKN menjadi perintang bagi peneguhan ekonomi kerakyatan yang tak memiliki aparat kepolisian atai kejaksaan untuk menyabu bersih KKN, baik ditubuh koperasi maupun yang dihadapi usaha kecil dan menengah. Ketiga, persoalan serius yang dihadapi perekonomian nasional, apalagi ekonomi kerakyatan pada saat ini adalah krisis yang berkepanjangan yang hingga kini belum teratasi. Ketergantungan aktor-aktor ekonomi dalam hal ini para pengusaha terhadap kredit dan fasilitas negara. Keempai, dalam menabur uang ekonomi kerakyatan perlu diingat bahwa dana yang berasal dari ApBN, sebagiannya bersumber dari utang luar negeri. Jika gagal membuahkan lrasil yang diharapkan, resiko yang dipikul adalali kian menggunungnya timbunan utang luar negeri. Kelima, tanpa memperjelas produk-produk unggulan yang dibayangkan dalam ekonomi kerakyatan, sudah tentu merupakan rintangan untuk mencapai hasil seperti yang dipropogandakan. Hal ini jelas menyangkut pasar, baik luasnya pasar domestik maupun pasar dunia (Hendardi, 200 I : 50-5 l).
Kenyataannya bahwa struktur dunia usaha kita sangat didominasi oleh perusahaan berskala besar dan raksasa. Hal ini tidak Iain karena ada kedekatan dengan pengambil kebijakan yakni pemegang kekuasaan.


YOHANNA SEPTANIA MD
27211556
2EB09

Tidak ada komentar:

Posting Komentar