PROSPEK KOPERASI PENGUSAHA DAN PETANI DI INDONESIA DALAM TEKANAN GLOBALISASI
EKONOMI DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA
Tulus
Tambunan
Kadin-Indonesia/Pusat
Studi Industri & UKM Universitas Trisakti
VI.
Perkembangan Koperasi di Dalam Era Globalisasi dan Liberalisasi Perdagangan
Dalam
sejarahnya, koperasi sebenarnya bukanlah organisasi usaha tipikal yang khas
berasal dari Indonesia. Kegiatan berkoperasi dan organisasi koperasi pada
mulanya diperkenalkan di Inggris di sekitar abad pertengahan. Pada waktu itu
misi utama berkoperasi adalah untuk menolong kaum buruh dan petani yang
menghadapi problema ekonomi dengan menggalang kekuatan mereka sendiri. Kemudian
di Perancis yang didorong oleh gerakan kaum buruh yang tertindas oleh kekuatan
kapitalis sepanjang abad ke 19 dengan tujuan utamanya membangun suatu ekonomi
alternatif dari asosiasi-asosiasi koperasi menggantikan perusahaan-perusahaan
milik kapitalis (Moene dan Wallerstein, 1993). Ide koperasi ini kemudian
menjalar ke Amerika Serikat (AS)
dan negara-negara lainnya di dunia. Di Indonesia, baru koperasi diperkenalkan
pada awal abad 20.
Sejak munculnya
ide tersebut hingga saat ini, banyak koperasi di negara-negara maju (NM)
seperti di Uni Eropa (UE) dan AS sudah menjadi perusahaan-perusahaan besar
termasuk di sektor pertanian, industri manufaktur, dan perbankan yang mampu
bersaing dengan korporat-korporat kapitalis.
Sejarah
kelahiran dan berkembangnya koperasi di NM dan negara-negara sedang berkembang
(NSB) memang sangat diametral. Di NM koperasi lahir sebagai gerakan untuk
melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam
suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi
tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam
perundingan internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh
kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya.
Sedangkan, di NSB koperasi dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang
dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan
kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan
kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di NSB, baik oleh pemerintah kolonial
maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan (Soetrisno, 2001). Dalam
kasus Indonesia, hal ini ditegaskan di dalam Undang-undang (UU) Dasar 1945
Pasal 33 mengenai sistem perekonomian nasional. Berbagai peraturan perundangan
yang mengatur koperasi dilahirkan dan juga dibentuk departemen atau kementerian
khusus yakni Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dengan maksud
mendukung perkembangan koperasi di dalam negeri.
Soetrisno (2001)
mencatat bahwa pada akhir dekade 80-an koperasi dunia mulai gelisah dengan
proses globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan perdagangan yang semakin pesat,
sehingga berbagai langkah pengkajian ulang kekuatan koperasi dilakukan. Hingga
tahun 1992 Kongres International Cooperative Alliance (ICA) di Tokyo melalui
pidato Presiden ICA (Lars Marcus) masih melihat perlunya koperasi melihat
pengalaman swasta khususnya di NM yang mampu membangun koperasi menjadi
unit-unit usaha yang besar yang mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan
non-koperasi, termasuk perusahaan-perusahaan multinasional, dan pentingnya
koperasi di NSB terutama sebagai salah satu cara untuk mengurangi kemiskinan.15
Pada tahun 1995
gerakan koperasi menyelenggarakan Kongres koperasi di Manchester, Inggris dan
melahirkan suatu landasan baru yang dinamakan International
Cooperative Identity Statement (ICIS)
yang menjadi dasar tentang pengertian prinsip dan nilai dasar koperasi untuk
menjawab tantangan globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan perdagangan. Di
dalam pertemuan tersebut, disepakati bahwa untuk bisa menghadapi globalisasi
dan liberalisasi ekonomi dan perdagangan koperasi harus bersikap seperti
layaknya “perusahaan swasta.”Dengan demikian mengakhiri perdebatan apakah
koperasi sebagai lembaga bisnis atau lembaga “quasi-sosial”. Dan sejak itu
semangat untuk mengembangkan koperasi terus menggelora di berbagai sistim
ekonomi yang semula tertutup kini terbuka. Dalam kata lain, seperti yang
diungkapkan oleh Soetrisno (2001), koperasi harus berkembang dengan
keterbukaan, sehingga liberalisasi ekonomi dan perdagangan bukan musuh
koperasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar