PROSPEK KOPERASI PENGUSAHA DAN PETANI DI
INDONESIA DALAM TEKANAN GLOBALISASI EKONOMI DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA
Tulus
Tambunan
Kadin-Indonesia/Pusat Studi Industri & UKM
Universitas Trisakti
II. Konsep Pendekataan Kelembagaan
Secara
kelembagaan, sebuah koperasi adalah suatu organisasi bisnis permanent, yang
didirikan dan dijalankan oleh anggota sebagai sebuah unit operasi, disebut
sebuah perusahaan koperasi. Fungsinya seperti unit-unit ekonomi permanent
lainnya adalah memberikan jasa-jasa komersial dan keuangan atau memproduksi
produk-produk pertanian, industri dan lainnya. Suatu hubungan spesial harus ada
antara perusahaan koperasi dengan anggota-anggotanya untuk kepentingan atau
kesejahteraan anggota-anggotanya (Turtiainen dan Von Pischke,1986), Teori kelembagaan, terutama teori barunya banyak
memberikan perhatian terhadap koperasi. Teori baru kelembagaan memperluas
model-model ekonomi fundamental yang menggambarkan suatu keseimbangan statis.
Teori baru ini menjelaskan bagaimana manusia mengorganisir untuk menghasilkan
peraturan-peraturan, menjalankan kontrak-kontrak dan hak cipta, membuat
insentif-insentif, dan lain-lain, baik dengan cara memaksakan atau mendorong
individu-individu untuk mencapatkan keuntungan kolektif dan efisiensi-efisiensi
(Amy dkk., 2004).
Satu aliran dari teori baru kelembagaan ini didasarkan
pada tulisan dari North (1990) yang menyatakan bahwa fokus utama dia adalah
pada masalah kerjasama manusia. Definisi-definisi dari dia mengenai
kelembagaan-kelembagaan dan organisasi-organisasi sangat berguna dalam membuat
suatu gambaran yang lengkap dari insentif-insentif dibelakang sejarah
perkembangan koperasi di dunia. Noth mendefinisikan kelembagaan sebagai
“aturan-aturan permainan”. Kelembagaan-kelembagaan formal dan informal
membatasi pilihan-pilihan dan mendorong tindak-tanduk manusia.
Kelembagaan-kelembagaan informal mencakup konvensi-konvensi tidak tertulis,
kepercayaan-kepercayaan, norma-normal sosial dan codes of conduct sedangkan
kelembagaan-kelembagaan formal meliputi sistem-sistem legal dan sipil.
Kelembagaan-kelembagaan pasar bisa kesepakatan umum secara informal terhadap
aksi-aksi pasar, atau cara-cara formal dibentuk untuk pertukaran/transakti,
misalnya suatu salaman bisa menggantikan kontrak-kontrak tertulis antara
tetangga dalam melakukan suatu transaksi. Manusia menggunakan semua
batasan-batasan atau cara-cara ini untuk mengurangi ketidakpastian dan
memperkenalkan stabilitas kedalam interaksi-interaksi sehari-hari. Oleh karena
itu, menurut North, kelembagaan-kelembagaan, sebagai suatu hasil, adalah
melekat secara konservatif. Kelembagaan-kelembagaan menjelaskan jalur-jalur
dari perubahan sejarah yang mentransfer pengaruh-pengaruh dan konvensi-konvensi
di masa lalu ke sekarang.
Menurut definisi dari North, kelembagaan-kelembagaan
formal terdiri dari tiga kategori. Politik dan peraturan-peraturan judicial
menetapkan struktur pembuatan keputusan secara hirarki dari suatu politik,
peraturan-peraturan ekonomi mengatur operasi dari transaksi-transaksi pasar, dan
kontrak-kontrak berisi ketentuan-ketentuan spesifik untuk
kesepakatan-kesepakatan pertukaran/transaksi tertentu and diatur oleh
kebiasaan-kebiasaan pasar dan aturan-aturan legal. Kelembagaan-kelembagaan
formal berkembang dalam merespons terhadap perubahan-perubahan dalam
harga-harga relatif, insentif-insentif yang berubah dan norma-norma budaya.
Semua dari aturan-aturan formal ini bisa menjadi komplemen atau kontradiksi
terhadap kelembagaan-kelembagaan budaya informal
Salah satu pembahasan mengenai koperasi dilihat dari
perspektif teori baru kelembagaan tersebut, yang dapat dikatakan cukup
komprehensif adalah dari Conry dkk. (1986). Mereka fokus pada faktor-faktor
kelembagaan yang mempengaruhi perkembangan dari suatu tipe dari organisasi
usaha yang beroperasi di pasar-pasar pertanian, yakni koperasi pertanian.
Koperasi-koperasi pertanian berkembang dan beroperasi di dalam konteks-konteks
kelembagaan-kelembagaan ekonomi, budaya, dan legal. Setiap dari bidang-bidang
kelembagaan ini mengandung faktor-faktor yang membatasi, mengizini, dan
mendorong organisasi-organisasi koperasi. Ciri-ciri budaya, harapan-harapan
sosial dan tradisi-tradisi bisa merangsang atau tidak merangsang seseorang
menjadi anggota koperasi. Demikian juga, undang-undang yang mengatur koperasi-koperasi
pertanian bisa membatasi atau memberikan insentif-insentif bagi perkembangan
koperasi. Kelembagaan-kelembagaan informal, formal dan pasar tidak beroperasi
secara terisolasi, melainkan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (bisa
positif bisa negatif). Gambar 1 mempersentasikan area-area dimana faktor-faktor
ini saling mempengaruhi. Di area aA, misalnya, insentif-insentif pasar yang
kuat terletak diluar aktivitas yang diperbolehkan secara legal. Di area c,
perkembangan koperasi menguntungkan dan disetujui pemerintah atau didukung oleh
kebijakan pemerintah tetapi kontradiksi terhadap kepercayaan-kepercayaan atau
nilai-nilai yang ada. Area d mencakup kondisi-kondisi yang paling cocok untuk
perkembangan koperasi (yakni menguntungkan, legal, dan sesuai kebiasaaan atau
adat-istiadat yang berlaku). Di area d, kelembagaan-kelembagaan formal
bertepatan dengan kelembagaan-kelembagaan pasar dan budaya.
Gambar 1. Diagram yang memodelkan pengaruh-pengaruh
dari kelembagaan-kelembagaan pasar, formal dan informal terhadap organisasi
koperasi
Sumber:
dikutip dari Figure 1 di Conry dkk. (1986).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar