PEMANFAATAN KONSEP
KAWASAN KOMODITAS UNGGULAN PADA KOPERASI PERTANIAN
Burhanuddin*)
Memanfaatkan Program OTOP Guna Mengembangkan
Usaha Koperasi
Indonesia
Penyelenggaraan program OTOP baik di Thailand
maupun di Jepang dengan OVOC atau OVOP sudah menjelma menjadi gerakan ekonomi
masyarakat di pedesaan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa setidaknya terdapat
tiga prinsip dasar dalam konsep OTOP yang sesungguhnya bias diterapkan pada
komoditas apapun. Ketiga prinsip dasar yang layak dipenuhi sebelum dikembangkan
lebih lanjut adalah: (1) komoditas dikelola dengan basis sumberdaya lokal namun
berdaya saing global (Loccally originated but globally competitive), (2)
inovatif dan kreatif yang berkesinambungan, (3) mengedepankan proses
pengembangan SDM (human resources development).
Ditinjau dari aspek kelembagaan dan per
definisi, sulit dibantah bahwa peluang koperasi dalam mereplikasi program OTOP
cukup besar. Pemerintah, pada periode awal tahun 2000-an pernah dengan gencar
mencanangkan BDS/LPB (Business Development Service/Lembaga Pelayanan
Bisnis). Dalam program ini, BDS diperankan untuk menjadi lembaga usaha yang profesional
di bidang jasa layanan usaha. Sejalan dengan itu, program pendukung yaitu
sentra bisnis dikembangkan di banyak daerah sebagai pusat kegiatan di kawasan tertentu.
Di lokasi tersebut, terdapat UKM yang menggunakan bahan baku/sarana yang
identik untuk menghasilkan berbagai produk. Sentra-sentra pada saatnya
direncanakan untuk dikembangkan menjadi klaster. Meski kiprah program BDS
gaungnya sudah semakin meredup namun keberadaan sentra (dan klaster) masih
prospektif untuk dimanfaatkan. Menurut data, di beberapa daerah pernah tercatat
sebanyak 1.056 unit sentra yang dipromosikan sejak tahun 2000 dan hingga tahun
2005. Sentra dapat dimanfaatkan dan diarahkan kepada pemilihan dan penetapan
komoditas unggulan termasuk produk unggulan industri rumah tangga yang
menggunakan bahan dasar lokal. Pola pembinaan yang sudah berlangsung di sentra
melalui kelompok-kelompok usaha kecil dan menengah merupakan pintu masuk model
pengembangan usaha melalui OTOP. Perlu dicatat bahwa pengusaha kecil dan
menengah itu sebagian besar adalah anggota koperasi. Oleh karena itu dengan
ramuan dan polesan serius, koperasi layak dipertimbangkan untuk berperan
sebagai pusat layanan UKM. Sementara ini terdapat beberapa komoditas yang
memiliki prospek pasar dan berdaya saing di pasar global seperti: (1) sentra
kerajinan, (2) sentra pertanian (holtikultura), (3) sentra perikanan.
Banyaknya pengusaha kecil dan menengah yang
beralasan adanya karena keterbatasan pemahaman, akses informasi, dan alasan
klasik lainnya memilih bergabung dengan koperasi yang secara legal berbadan
hukum. Koperasi pertanian bisa diarahkan menjadi agen alih teknologi, transfer
informasi, dan peningkatan akses KUKM pada sumberdaya yang lain seperti pasar,
modal dan SDM. Bahwa pada saat tertentu anggota koperasi sebagai pengusaha diberdayakan
lagi melalui pendekatan klaster bisnis, hal itu bisa saling mendukung. Tabel
berikut menyajikan informasi potensi sentra yang berpeluang diikutsertakan
dalam program OTOP ala Indonesia.
Tabel 2. Jumlah
Sentra per Bidang Usaha
Dalam mencermati keterlibatan koperasi guna
menunjang ide program kawasan komoditas unggulan, diagram berikut
memperlihatkan hubungan, posisi dan peran koperasi pertanian (termasuk KUD),
KSP dan instansi terkait mereplikasi program OTOP. Hubungan yang dikonstruksikan
ini tergambar secara tali temali antara proses produksi (pasar output), arus
modal, pasar tenaga kerja, pendapatan, dan teknologi. Gambar ini juga secara
tidak langsung mengilustrasikan bagian dari proses agribisnis yang berlangsung
dengan memodifikasi program OTOP.
Gambar 1. Hubungan
Sentra dengan Program OTOP dalam Pendekatan
Pengembangan UKM
Dalam program sentra peran koperasi difokuskan
kepada penyediaan modal awal padanan (MAP), sedangkan dalam penyelenggaraan
versi OTOP, peran koperasi diperluas kearah penyediaan berbagai akses mulai
dari SDM berkualitas, peluang pasar, modal, teknologi, informasi, dll.,
termasuk fungsi intermediasi kepada lembaga keuangan. Fasilitasi dapat
diberikan dengan mencontoh pendekatan sentra oleh KSP/USP yaitu melalui
pendekatan populasi kecil, mempunyai karakteristik khas lokal dan berskala
ekonomi tertentu. Levig dan Biggs (1991) dalam pengamatan empiris satu model
strategi industrialisasi berbasis UKM yang berhasil di Taiwan menyatakan bahwa
UKM dapat memanfaatkan sifat fleksibilitas untuk mengatasi kemungkinan tidak
terciptanya skala ekonomi (economies of scale) seperti dimiliki usaha
besar terutama memproduksi barang-barang terstandar menurut konvesi pasar.
Sifat fleksibilitas ini dapat mengatasi biaya rata-rata perunit output.
Pendapat Levy dan Biggs disini mengisyaratkan bahwa faktor input teknologi
merupakan faktor penentu dalam membangun tingkat kemampuan kompetensi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar