PROSPEK
KOPERASI PENGUSAHA DAN PETANI DI INDONESIA DALAM TEKANAN GLOBALISASI EKONOMI
DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA
Tulus
Tambunan
Kadin-Indonesia/Pusat
Studi Industri & UKM Universitas Trisakti
III. Persaingan
Sempurna
Pasar persaingan
sempurna merupakan struktur pasar yang paling ideal, karena mampu
mengalokasikan sumber daya secara optimal. Struktur pasar ini mempunyai
cirri-ciri sebagai berikut:
1) jumlah produsen/perusahaan/penjual sangat banyak dan
volume usahanya hanya merupakan bagian kecil dari volume barang yang sejenis di
pasar;
2) produk homogen;
3) tidak ada hambatan masuk ke
pasar; setiap pengusaha bebas masuk dan keluar;
4) mobilitas faktor-faktor
produksi berjalan secara sempurna
5) setiap pembeli dan penjual
mempunyai informasi yang lengkap mengenai pasar, struktur harga dan kualiats
barang.
Implikasi dari cirri-ciri di atas adalah bahwa setiap
penjual adalah sebagai pengambil harga; setiap penjual tidak bisa menentukan
sendiri harga jual produknya. Setiap penjual dapat menjual produk dalam jumlah
berapa pun pada tingkat harga pasar yang berlaku.
Jadi, dalam pasar seperti ini, koperasi tidak
mempunyai pengaruh dalam mengendalikan harga. Harga ditentukan oleh pasar
(permintaan dan penawaran). Kurva permintaan yang dihadapi oleh koperasi
bersifat elastis sempurna (horizontal), artinya koperasi (seperti juga
perusahaan-perusahaan lainnya di pasar) dapat menjual produknya berapapun juga
tanpa mempengaruhi harga jual yang berlaku di pasar. Koperasi bisa lebih banyak
dari perusahaan lainnya (non-koperasi) pada tingkat harga yang sama, karena
para anggota koperasi lebih mengutamakan membeli barang di koperasi daripada di
pasar bebas. Lagipula, koperasi pada dasarnya adalah organisasi yang
berorientasi pada pelayanan anggota, bukan organisasi yang mencari laba
semata-mata. Maksimum penjualan adalah hingga biaya rata-rata (AC) sama dengan
harga, sehingga tidak mendapat laba; sedangkan perusahaan non-koperasi akan
menjual hingga biaya marjinal (MC) sama dengan harga, sehingga mendapat laba.
Dalam jangka pendek, koperasi tidak dapat mengubah input tetap dan biaya yang
diperhitungkan adalah biaya variabel dan biaya tetap (Partomo dan Soejoedono,
2004).
Jika biaya produksi rata-rata koperasi lebih tinggi
dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan non-koperasi sehingga memaksa
koperasi menjual barangnya dengan harga lebih tinggi daripada harga pasar maka
banyak pelanggan atau anggota akan membeli dari penjual lain. Koperasi dengan
kondisi seperti ini tidak akan mampu bersaing kendatipun koperasi dapat
beroperasi dengan menderita kerugian. Sepanjang koperasi masih mampu menutup
biaya-biaya variabel-nya, koperasi masih dapat melaksanakan kegiatannya, dengan
harapan dalam waktu jangka panjang koperasi bisa menekan biaya produksinya
(meningkatkan efisiensinya). Namun masalahnya sekarang adalah bahwa
perusahaan-perusahaan non-koperasi juga akan meningkatkan efisiensi mereka,
sehingga bisa saja perbedaan harga antara mereka dengan koperasi tetap ada dalam
periode jangka panjang.
Jika harga yang ditetapkan oleh koperasi bisa lebih
murah dari yang berlaku di pasar maka koperasi mengalami kerugian, karena
jumlah yang sama tetap bisa dijual dengan harga pasar yang berlaku. Selain itu,
harga yang lebih rendah akan membuat permintaan dari anggota dan non-anggota
meningkat (yang terakhir ini berarti jumlah anggota bertambah). Peningkatan
permintaan tersebut membuat produksi juga meningkat yang selanjutnya membuat
biaya produksi bertambah, yang pada akhirnya akan memaksa koperasi menaikkan
harga jualnya hingga kembali sama dengan harga pasar yang berlaku. Akibatnya
koperasi bukan lagi menjadi alternatif pilihan anggota atau anggota potensial
karena koperasi tidak lagi memberikan keunggulan pelayanan atas penjual lain
pesaingnya (Hendar dan Kusnadi, 2005).
Bisa saja koperasi menjual pada titik di mana
penghasilan marjinal (MR) atau harga sama dengan MC, sehingga koperasi akan
memperoleh keuntungan maksimum atas penjualan sebanyak itu sebesar selisih
antara AC dan MC. Biasanya para anggota tidak begitu setuju dengan kebijakan
tersebut, karena manfaatnya tidak langsung diterima oleh anggota. Akan tetapi,
kebijakan ini merupakan pilihan terbaik, karena sebagian dari keuntungan yang
diperoleh itu dapat dibagikan kepada anggota melalui pembagian sisa hasil usaha
(SHU) dan sebagian dapat digunakan sebagai modal usaha koperasi (Roepke, 1985).
Menurut Hendar dan Kusnadi (2005), di pasar persaingan
sempurna persaingan harga tidak akan cocok untuk masing-masing penjual (termasuk
koperasi). Yang memungkinkan adalah persaingan dalam hal biaya. Semakin efisien
sebuah perusahaan akan semakin tinggi kemampuannya dalam bersaing. Hal ini juga
berlaku bagi koperasi: semakin rendah biaya produksinya atau semakin efisien
usahanya semakin besar kemampuannya untuk bersaing di pasar bebas sempurna.
Hanya saja, menurut Hendar dan Kusnadi (2005), karena orientasi koperasi bukan
mencari laba, maka kendatipun koperasi mempunyai kemampuan tinggi untuk
bersaing dengan perusahaan non-koperasi, dalam jangka panjang kemampuannya akan
sama dengan kemampuan dari perusahaan non-koperasi. Dalam analisis jangka
panjang, kecenderungan koperasi mempunyai kemampuan sama sangat dominant
dibandingkan koperasi yang mempunyai kemampuan tinggi (Hendar dan Kusnadi,
2005, halaman 129).
Jadi, apabila koperasi menjual dengan harga yang sama
dengan harga jual dari penjual-penjual lainnya (harga pasar yang berlaku) di
pasar persaingtan sempurna, maka satu-satunya keunggulan koperasi agar kopreasi
bisa bertahan adalah non-harga seperti misalnya kualitas dari barang yang
dijual atau pelayan-pelayanan lainnya yang terkait dengan penjualan. Sekarang
pertanyaannya: apakah koperasi mampu menyediakan barang dengan kualitas yang
lebih baik daripada barang yang sama dari perusahaan-perusahaan non-koperasi?
Keunggulan non-harga seperti kualitas, mutu,
penampilan barang dan pelayanan setelah penjualan saat ini menjadi sangat
krusial melihat kenyataan bahwa pasar di Indonesia cenderung semakin menuju
pasar persaingan sempurna sebagai konsukwensi dari ikutnya Indonesia dalam
kesepakatan-kesepakatan WTO, adanya ASEAN dan APEC dan juga akibat kesepakatan
Indonesia dengan IMF setelah terjadinya krisis ekonomi 1997/98. Pertanyaan
sekarang misalnya: mampukah koperasi menghasilkan barang dengan harga paling
tidak sama dengan harga barang impor dari China yang dikenal sangat murah namun
dengan kualitas yang lebih baik daripada barang buatan China? Jadi, tantangan
bagi koperasi yang menghadapi pasar persaingan sempurna adalah kesanggupannya
melakukan inovasi yang lebih baik daripada pesaing-pesaingnya dalam produk atau
proses produksi atau pelayanan anggota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar