IMPLEMENTASI PROBLEM-BASED LEARNING
DALAM PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN
Oleh: Ali Muhson
(staff Pengajar Fakultas Ilmu
Sosial Universitas Negeri Yogyakarta)
Hasil
Penelitian dan Pembahasan
Telah dijelaskan bahwa
penelitian ini terdiri dari dua siklus yang berkelanjutan. Setelah rancangan
siklus pertama ditentukan peneliti melaksanakan kolaborasi untuk melaksanakan rancangan
siklus pertama tersebut. Dosen pengampu sebagai pelaksana di lapangan
menerapkan rancangan pembelajaran yang menggunakan metode PBL dalam proses
pembelajaran. Pada tahap awal proses pembelajaran ini memang cukup membingungkan
mahasiswa karena materi belum diberikan, mahasiswa diminta untuk
melakukan kegiatan
diskusi kelas. Namun demikian setelah dosen menjelaskan maksud dan tujuan
pembelajaran tersebut serta pendekatan yang dipakai dalam proses pembelajaran
tersebut, maka mahasiswa dapat memahaminya. Di samping itu permasalahan yang diajukan
dalam diskusi tersebut juga
bukanlah permasalahan
yang asing bagi mereka karena pada prinsipnya permasalahan tersebut hampir
dirasakan oleh semua mahasiswa.
Adapun permasalahan yang didiskusikan di antaranya
adalah mengapa sebagian besar mahasiswa tidak memiliki sikap kewirausahaan yang
tinggi? Bagaimana cara menumbuhkan sikap dan minat berwirausaha di kalangan
mahasiswa? Dan sebagainya. Dalam proses diskusi tersebut dosen meminta seorang
mahasiswa sebagai pemimpin diskusi dan seorang lagi sebagai notulen. Diskusi
tersebut dilakukan tanpa pemakalah. Hal ini dimaksudkan untuk menggali semua potensi
yang dimiliki mahasiswa dalam memecahkan permasalahan yang diajukan. Berikut
ini hasil yang dapat dicatat sebagai hasil dari pelaksanaan tindakan pada
siklus pertama.
1. Efek
Tindakan Terhadap Peran Aktif Mahasiswa
Model pembelajaran yang
diajukan tersebut pada awalnya kurang mendapatkan respons dari mahasiswa,
namun setelah proses diskusi
berjalan dengan berbagai komentar yang bermunculan di bawah panduan dan pengamatan
dosen, menjadikan peran aktif mahasiswa mulai muncul. Apalagi pada saat terjadi
perdebatan yang cukup berkepanjangan berkaitan dengan adanya perbedaan pendapat
di kalangan mahasiswa. Walaupun peran aktif tersebut masih terbatas pada sekelompok
mahasiswa tertentu namun
proses diskusi ini cukup
menarik perhatian peserta lainnya. Hal ini terlihat dari antusiasme seluruh peserta
diskusi dalam mengikuti semua pertanyaan, tanggapan, dan komentar yang bermunculan
dalam kegiatan diskusi tersebut. Berdasarkan hasil angket yang diberikan kepada
mahasiswa juga menunjukkan adanya indikasi peran aktif yang meningkat akibat
adanya penggunaan pendekatan PBL ini dalam proses pembelajaran. Kalau pada
siklus pertama 43% mahasiswa menyatakan bahwa pendekatan PBL ini mampu meningkatkan
perhatian dan antusiasme maka pada siklus kedua persentase tersebut meningkat
menjadi 48%. Sebaliknya pada siklus pertama 21% mahasiswa menyatakan pendekatan
ini tidak mampu meningkatkan perhatian dan antusiasme mahasiswa maka pada siklus
kedua persentase tersebut menurun menjadi 14%. Hal ini menunjukkan bahwa model
pendekatan PBL cukup mampu meningkatkan
perhatian dan peran aktif
mahasiswa dalam proses pembelajaran. Peningkatan itu terjadi karena ada
perubahan skenario pada
siklus pertama dengan siklus kedua. Kalau pada siklus pertama scenario pembelajaran
tidak diinformasikan kepada mahasiswa, maka pada siklus kedua mahasiswa
dilibatkan
dalam perancangan scenario
pembelajaran sehingga mahasiswa dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
2. Efek
Tindakan Terhadap Minat Belajar
Pendekatan PBL ini
sebenarnya dimaksudkan agar mahasiswa memiliki minat yang tinggi untuk belajar
lebih jauh dalam memahami permasalahan yang ada. Namun demikian dengan menggunakan
metode diskusi kelas ini kurang mampu meningkatkan minat belajar mahasiswa
secara optimal. Hal ini terlihat bahwa dari hasil angket yang diajukan sebagian
besar mahasiswa (52%) menganggap bahwa model
pembelajaran ini tidak
mampu meningkatkan minat belajar mereka, sebaliknya hanya 12% mahasiswa
mengaku meningkat minat
belajarnya, sisanya menyatakan biasa saja. Dari hasil pantauan pelaksanaan
diskusi juga terlihat
bahwa pada saat berdiskusi memang peserta cukup antusias, namun antusiasme
tersebut tidak dibarengi dengan upaya-upaya yang nyata untuk menggali lebih
jauh tentang permasalahan yang diajukan dalam diskusi tersebut. Artinya minat untuk
mempelajari permasalahan
tersebut di luar forum
diskusi tidak tampak. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut maka ditemukan
beberapa kelemahan dalam penggunaan metode diskusi tersebut, di antaranya
adalah tidak adanya kegiatan lanjutan setelah proses diskusi selesai. Hal ini
menjadikan minat mahasiswa untuk menggali lebih jauh permasalahan tersebut
menjadi berkurang.
Untuk itu pada siklus
kedua metode pembelajaran yang diterapkan tidak hanya kegiatan diskusi saja
melainkan disertai pemberian tugas untuk membuat laporan atau makalah yang
terkait dengan permasalahan yang diajukan.
Dengan menggunakan metode
ini ternyata mampu merangsang minat mahasiswa untuk belajar. Hal ini terbukti bahwa
persentase mahasiswa yang menyatakan bahwa pendekatan ini tidak mampu meningkatkan
minat belajar mahasiswa pada siklus kedua ini berkurang menjadi 43%, sedangkan
persentase mahasiswa yang
mengaku mampu meningkatkan minat belajarnya meningkat menjadi 19%. Hal ini menunjukkan
bahwa model pembelajaran yang diterapkan mampu meningkatkan minat belajar
mahasiswa.
3. Efek
Tindakan Terhadap Kemandirian Mahasiswa
Pendekatan PBL
mengharapkan mahasiswa sebagai peserta didik mampu memecahkan permasalahan yang
dihadapinya secara mandiri di bawah fasilitator dosen. Dengan diterapkannya pendekatan
PBL dalam proses pembelajaran juga terbukti mampu meningkatkan kemandirian
belajar mahasiswa sehingga ketergantungan belajar pada dosen sebagai sumber belajar
semakin berkurang. Berdasarkan pengakuan mahasiswa terlihat bahwa pada siklus
pertama persentase mahasiswa yang mengaku meningkat kemandirian belajarnya adalah
17%, sedangkan yang mengaku tidak meningkat kemandirian belajarnya
sebanyak 43% dan sisanya
41% mengaku biasa saja. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar mahasiswa
belum mampu meningkatkan kemandirian belajarnya.
Melihat kondisi tersebut
maka rancangan pembelajaran yang telah diterapkan dievaluasi bersama antara mahasiswa
dan dosen. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut ditemukan bahwa strategi
pembelajaran tersebut perlu disertai dengan pemberian tugas secara individual
guna menggali lebih jauh materi pembelajaran yang telah diberikan.
Dengan strategi
pembelajaran yang baru tersebut terbukti pada siklus kedua proses pembelajaran tersebut
mampu meningkatkan kemandirian belajar mahasiswa namun persentase kenaikannya
rendah. Berdasarkan hasil angket yang diberikan kepada mahasiswa ditemukan
bahwa persentase mahasiswa
yang mampu meningkat
kemandirian belajarnya bila dibandingkan dengan siklus pertama meningkat
menjadi 24%, sedangkan mahasiswa yang mengaku tidak meningkat kemandirian
belajarnya
menurun menjadi 38%. Hal
ini mengindikasikan bahwa ada kecenderungan peningkatan kemandirian
belajar mahasiswa
walaupun belum optimal.
4. Efek
Tindakan Terhadap Pemahaman Mahasiswa
Tujuan utama dari proses pembelajaran
ini adalah meningkatnya pengetahuan dan pemahaman
mahasiswa terhadap materi
pembelajaran yang telah diberikan. Berdasarkan hasil tes yang diberikan
pada akhir setiap siklus
ditemukan bahwa terjadi peningkatan nilai rata-rata hasil tes yang diperoleh
mahasiswa. Jika pada siklus pertama nilai rata-rata mahasiswa mencapai 74,6
maka pada siklus kedua
nilai rata-rata tersebut
meningkat menjadi 78,4. Di samping itu jumlah mahasiswa yang nilainya kurang
dari 60 juga mengalami penurunan. Kalau pada siklus pertama jumlah mahasiswa
yang nilainya kurang dari 60 sebanyak 4 orang maka pada siklus kedua ini
tinggal seorang yang nilainya kurang dari 60. Hal
ini mengindikasikan
terjadinya peningkatan dalam pengetahuan dan pemahaman mahasiswa terhadap
materi pembelajaran yang diberikan.
Di samping itu
berdasarkan hasil pengamatan proses diskusi kelas juga mengindikasikan bahwa
proses diskusi pada siklus kedua lebih terarah dan lebih semarak dibandingkan
dengan diskusi pada siklus pertama. Hal ini terlihat dengan banyaknya
pertanyaan, tanggapan, dan komentar yang muncul dalam proses diskusi.
Pertanyaan dan tanggapan tersebut juga terlihat lebih.
Tabel 1. Penilaian Mahasiswa
pada Siklus Pertama
berbobot dan tidak
terkesan asal-asalan saja. Kondisi yang demikian menjadikan pelaksanaan diskusi
menjadi lebih menarik dan tidak membosankan.
Berdasarkan hasil
pengakuan mahasiswa yang dijaring melalui angket juga mendukung terjadinya
peningkatan pemahaman mahasiswa. Pada siklus pertama 57% mahasiswa mengaku bahwa
model pembelajaran ini mampu meningkatkan pengetahuan dan pemahamannya terhadap
materi yang
diajarkan, sedangkan pada
siklus kedua persentase tersebut meningkat menjadi 62%. Sebaliknya pada siklus
pertama hanya 10% mahasiswa yang mengaku tidak mampu meningkatkan pengetahuan
dan pemahamannya dan
persentase tersebut menurun menjadi 7% pada siklus kedua. Hal ini
mengindikasikan bahwa model pembelajaran yang diterapkan benar-benar mampu meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman mahasiswa terhadap materi yang diajarkan.
5.
Penilaian Mahasiswa Terhadap Proses Pembelajaran Siklus I
Untuk mengevaluasi hasil
pelaksanaan pada siklus pertama, mahasiswa diberikan angket penilaian disertai
saran sebagai masukan bagi pelaksanaan tindakan pada siklus pertama. Berikut
ini hasil rekapan penilaian mahasiswa terhadap pelaksanaan tindakan pada siklus
pertama.
Hasil evaluasi tersebut
menunjukkan bahwa permasalahan yang diajukan dalam proses pembelajaran tersebut
cukup relevan dan mudah dipahami, akan tetapi permasalahan tersebut dirasa kurang
menarik. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi dosen untuk menemukan
permasalahan yang menarik
perhatian mahasiswa
sehingga pada siklus kedua proses pembelajaran menjadi lebih efektif.
Di samping itu proses
pembelajaran yang ada mahasiswa tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran, namun demikian proses pembelajaran tersebut terasa kurang sesuai
dengan kondisi mahasiswa sehingga terkesan kurang menyenangkan. Hal ini terjadi
karena rancangan pembelajaran ini tidak diinformasikan secara jelas kepada mahasiswa
sehingga mahasiswa tidak
memiliki persiapan yang
memadai untuk mengikuti proses pembelajaran.
Akibatnya ada kecenderungan
mahasiswa kurang setuju dengan penerapan metode pembelajaran ini.
6.
Penilaian Mahasiswa Terhadap Proses Pembelajaran Siklus II
Untuk mengevaluasi hasil
pelaksanaan pada siklus kedua, mahasiswa juga diberikan angket penilaian
disertai saran sebagai masukan bagi penyempurnaan model pembelajaran yang telah
diterapkan. Berikut ini hasil rekapan penilaian mahasiswa terhadap pelaksanaan
tindakan pada siklus pertama.
Berdasarkan hasil evaluasi
yang diberikan pada siklus pertama maka diadakan pembenahan-pembenahan
sesuai dengan masukan
yang diterima.
Dengan pembenahan dan penyempurnaan
tersebut setelah dilaksanakan, hasil evaluasi mahasiswa
menunjukkan bahwa
permasalahan yang diajukan dalam kegiatan diskusi ini sudah cukup menarik,
sesuai dengan materi dan mudah untuk dipahami. Hal ini menjadikan antusiasme
peserta menjadi
meningkat. Walaupun
demikian sebagian mahasiswa masih merasakan kesulitan untuk mengikuti proses
pembelajaran tersebut dan merasa bahwa model pembelajaran tersebut tidak sesuai
dengan mereka. Namun demikian ada kecenderungan peningkatan kesenangan dalam
mengikuti proses pembelajaran
tersebut dibandingkan
dengan siklus pertama, sehingga di antara mereka ada kecenderungan untuk
menggalakkan penerapan metode pembelajaran tersebut untuk masa-masa yang akan datang.
Berdasarkan hasil
evaluasi ini dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran ini memang sedikit
menyulitkan mereka dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal ini terjadi karena
mahasiswa belum terbiasa dengan metode tersebut. Namun demikian ada
kecenderungan bahwa metode pembelajaran tersebut cukup disenangi mahasiswa
karena mampu meningkatkan pemahaman dan antusiasme peserta dalam mengikuti proses
pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar