hemm

Sabtu, 29 Desember 2012

Review 12: Memanfaatkan Program OTOP Guna Mengembangkan Usaha Koperasi Indonesia


PEMANFAATAN KONSEP KAWASAN KOMODITAS UNGGULAN PADA KOPERASI PERTANIAN
Burhanuddin*)

Memanfaatkan Program OTOP Guna Mengembangkan Usaha Koperasi
Indonesia
Penyelenggaraan program OTOP baik di Thailand maupun di Jepang dengan OVOC atau OVOP sudah menjelma menjadi gerakan ekonomi masyarakat di pedesaan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa setidaknya terdapat tiga prinsip dasar dalam konsep OTOP yang sesungguhnya bias diterapkan pada komoditas apapun. Ketiga prinsip dasar yang layak dipenuhi sebelum dikembangkan lebih lanjut adalah: (1) komoditas dikelola dengan basis sumberdaya lokal namun berdaya saing global (Loccally originated but globally competitive), (2) inovatif dan kreatif yang berkesinambungan, (3) mengedepankan proses pengembangan SDM (human resources development).

Ditinjau dari aspek kelembagaan dan per definisi, sulit dibantah bahwa peluang koperasi dalam mereplikasi program OTOP cukup besar. Pemerintah, pada periode awal tahun 2000-an pernah dengan gencar mencanangkan BDS/LPB (Business Development Service/Lembaga Pelayanan Bisnis). Dalam program ini, BDS diperankan untuk menjadi lembaga usaha yang profesional di bidang jasa layanan usaha. Sejalan dengan itu, program pendukung yaitu sentra bisnis dikembangkan di banyak daerah sebagai pusat kegiatan di kawasan tertentu. Di lokasi tersebut, terdapat UKM yang menggunakan bahan baku/sarana yang identik untuk menghasilkan berbagai produk. Sentra-sentra pada saatnya direncanakan untuk dikembangkan menjadi klaster. Meski kiprah program BDS gaungnya sudah semakin meredup namun keberadaan sentra (dan klaster) masih prospektif untuk dimanfaatkan. Menurut data, di beberapa daerah pernah tercatat sebanyak 1.056 unit sentra yang dipromosikan sejak tahun 2000 dan hingga tahun 2005. Sentra dapat dimanfaatkan dan diarahkan kepada pemilihan dan penetapan komoditas unggulan termasuk produk unggulan industri rumah tangga yang menggunakan bahan dasar lokal. Pola pembinaan yang sudah berlangsung di sentra melalui kelompok-kelompok usaha kecil dan menengah merupakan pintu masuk model pengembangan usaha melalui OTOP. Perlu dicatat bahwa pengusaha kecil dan menengah itu sebagian besar adalah anggota koperasi. Oleh karena itu dengan ramuan dan polesan serius, koperasi layak dipertimbangkan untuk berperan sebagai pusat layanan UKM. Sementara ini terdapat beberapa komoditas yang memiliki prospek pasar dan berdaya saing di pasar global seperti: (1) sentra kerajinan, (2) sentra pertanian (holtikultura), (3) sentra perikanan.

Banyaknya pengusaha kecil dan menengah yang beralasan adanya karena keterbatasan pemahaman, akses informasi, dan alasan klasik lainnya memilih bergabung dengan koperasi yang secara legal berbadan hukum. Koperasi pertanian bisa diarahkan menjadi agen alih teknologi, transfer informasi, dan peningkatan akses KUKM pada sumberdaya yang lain seperti pasar, modal dan SDM. Bahwa pada saat tertentu anggota koperasi sebagai pengusaha diberdayakan lagi melalui pendekatan klaster bisnis, hal itu bisa saling mendukung. Tabel berikut menyajikan informasi potensi sentra yang berpeluang diikutsertakan dalam program OTOP ala Indonesia.


Tabel 2. Jumlah Sentra per Bidang Usaha



Dalam mencermati keterlibatan koperasi guna menunjang ide program kawasan komoditas unggulan, diagram berikut memperlihatkan hubungan, posisi dan peran koperasi pertanian (termasuk KUD), KSP dan instansi terkait mereplikasi program OTOP. Hubungan yang dikonstruksikan ini tergambar secara tali temali antara proses produksi (pasar output), arus modal, pasar tenaga kerja, pendapatan, dan teknologi. Gambar ini juga secara tidak langsung mengilustrasikan bagian dari proses agribisnis yang berlangsung dengan memodifikasi program OTOP.


Gambar 1. Hubungan Sentra dengan Program OTOP dalam Pendekatan
Pengembangan UKM


Dalam program sentra peran koperasi difokuskan kepada penyediaan modal awal padanan (MAP), sedangkan dalam penyelenggaraan versi OTOP, peran koperasi diperluas kearah penyediaan berbagai akses mulai dari SDM berkualitas, peluang pasar, modal, teknologi, informasi, dll., termasuk fungsi intermediasi kepada lembaga keuangan. Fasilitasi dapat diberikan dengan mencontoh pendekatan sentra oleh KSP/USP yaitu melalui pendekatan populasi kecil, mempunyai karakteristik khas lokal dan berskala ekonomi tertentu. Levig dan Biggs (1991) dalam pengamatan empiris satu model strategi industrialisasi berbasis UKM yang berhasil di Taiwan menyatakan bahwa UKM dapat memanfaatkan sifat fleksibilitas untuk mengatasi kemungkinan tidak terciptanya skala ekonomi (economies of scale) seperti dimiliki usaha besar terutama memproduksi barang-barang terstandar menurut konvesi pasar. Sifat fleksibilitas ini dapat mengatasi biaya rata-rata perunit output. Pendapat Levy dan Biggs disini mengisyaratkan bahwa faktor input teknologi merupakan faktor penentu dalam membangun tingkat kemampuan kompetensi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar