hemm

Jumat, 28 Desember 2012

Review 6: Persaingan Sempurna


PROSPEK KOPERASI PENGUSAHA DAN PETANI DI INDONESIA DALAM TEKANAN GLOBALISASI EKONOMI DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA
Tulus Tambunan
Kadin-Indonesia/Pusat Studi Industri & UKM Universitas Trisakti


III. Persaingan Sempurna

Pasar persaingan sempurna merupakan struktur pasar yang paling ideal, karena mampu mengalokasikan sumber daya secara optimal. Struktur pasar ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
1) jumlah produsen/perusahaan/penjual sangat banyak dan volume usahanya hanya merupakan bagian kecil dari volume barang yang sejenis di pasar;
2) produk homogen;
3) tidak ada hambatan masuk ke pasar; setiap pengusaha bebas masuk dan keluar;
4) mobilitas faktor-faktor produksi berjalan secara sempurna
5) setiap pembeli dan penjual mempunyai informasi yang lengkap mengenai pasar, struktur harga dan kualiats barang.
Implikasi dari cirri-ciri di atas adalah bahwa setiap penjual adalah sebagai pengambil harga; setiap penjual tidak bisa menentukan sendiri harga jual produknya. Setiap penjual dapat menjual produk dalam jumlah berapa pun pada tingkat harga pasar yang berlaku.
Jadi, dalam pasar seperti ini, koperasi tidak mempunyai pengaruh dalam mengendalikan harga. Harga ditentukan oleh pasar (permintaan dan penawaran). Kurva permintaan yang dihadapi oleh koperasi bersifat elastis sempurna (horizontal), artinya koperasi (seperti juga perusahaan-perusahaan lainnya di pasar) dapat menjual produknya berapapun juga tanpa mempengaruhi harga jual yang berlaku di pasar. Koperasi bisa lebih banyak dari perusahaan lainnya (non-koperasi) pada tingkat harga yang sama, karena para anggota koperasi lebih mengutamakan membeli barang di koperasi daripada di pasar bebas. Lagipula, koperasi pada dasarnya adalah organisasi yang berorientasi pada pelayanan anggota, bukan organisasi yang mencari laba semata-mata. Maksimum penjualan adalah hingga biaya rata-rata (AC) sama dengan harga, sehingga tidak mendapat laba; sedangkan perusahaan non-koperasi akan menjual hingga biaya marjinal (MC) sama dengan harga, sehingga mendapat laba. Dalam jangka pendek, koperasi tidak dapat mengubah input tetap dan biaya yang diperhitungkan adalah biaya variabel dan biaya tetap (Partomo dan Soejoedono, 2004).
Jika biaya produksi rata-rata koperasi lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan non-koperasi sehingga memaksa koperasi menjual barangnya dengan harga lebih tinggi daripada harga pasar maka banyak pelanggan atau anggota akan membeli dari penjual lain. Koperasi dengan kondisi seperti ini tidak akan mampu bersaing kendatipun koperasi dapat beroperasi dengan menderita kerugian. Sepanjang koperasi masih mampu menutup biaya-biaya variabel-nya, koperasi masih dapat melaksanakan kegiatannya, dengan harapan dalam waktu jangka panjang koperasi bisa menekan biaya produksinya (meningkatkan efisiensinya). Namun masalahnya sekarang adalah bahwa perusahaan-perusahaan non-koperasi juga akan meningkatkan efisiensi mereka, sehingga bisa saja perbedaan harga antara mereka dengan koperasi tetap ada dalam periode jangka panjang.
Jika harga yang ditetapkan oleh koperasi bisa lebih murah dari yang berlaku di pasar maka koperasi mengalami kerugian, karena jumlah yang sama tetap bisa dijual dengan harga pasar yang berlaku. Selain itu, harga yang lebih rendah akan membuat permintaan dari anggota dan non-anggota meningkat (yang terakhir ini berarti jumlah anggota bertambah). Peningkatan permintaan tersebut membuat produksi juga meningkat yang selanjutnya membuat biaya produksi bertambah, yang pada akhirnya akan memaksa koperasi menaikkan harga jualnya hingga kembali sama dengan harga pasar yang berlaku. Akibatnya koperasi bukan lagi menjadi alternatif pilihan anggota atau anggota potensial karena koperasi tidak lagi memberikan keunggulan pelayanan atas penjual lain pesaingnya (Hendar dan Kusnadi, 2005).
Bisa saja koperasi menjual pada titik di mana penghasilan marjinal (MR) atau harga sama dengan MC, sehingga koperasi akan memperoleh keuntungan maksimum atas penjualan sebanyak itu sebesar selisih antara AC dan MC. Biasanya para anggota tidak begitu setuju dengan kebijakan tersebut, karena manfaatnya tidak langsung diterima oleh anggota. Akan tetapi, kebijakan ini merupakan pilihan terbaik, karena sebagian dari keuntungan yang diperoleh itu dapat dibagikan kepada anggota melalui pembagian sisa hasil usaha (SHU) dan sebagian dapat digunakan sebagai modal usaha koperasi (Roepke, 1985).
Menurut Hendar dan Kusnadi (2005), di pasar persaingan sempurna persaingan harga tidak akan cocok untuk masing-masing penjual (termasuk koperasi). Yang memungkinkan adalah persaingan dalam hal biaya. Semakin efisien sebuah perusahaan akan semakin tinggi kemampuannya dalam bersaing. Hal ini juga berlaku bagi koperasi: semakin rendah biaya produksinya atau semakin efisien usahanya semakin besar kemampuannya untuk bersaing di pasar bebas sempurna. Hanya saja, menurut Hendar dan Kusnadi (2005), karena orientasi koperasi bukan mencari laba, maka kendatipun koperasi mempunyai kemampuan tinggi untuk bersaing dengan perusahaan non-koperasi, dalam jangka panjang kemampuannya akan sama dengan kemampuan dari perusahaan non-koperasi. Dalam analisis jangka panjang, kecenderungan koperasi mempunyai kemampuan sama sangat dominant dibandingkan koperasi yang mempunyai kemampuan tinggi (Hendar dan Kusnadi, 2005, halaman 129).
Jadi, apabila koperasi menjual dengan harga yang sama dengan harga jual dari penjual-penjual lainnya (harga pasar yang berlaku) di pasar persaingtan sempurna, maka satu-satunya keunggulan koperasi agar kopreasi bisa bertahan adalah non-harga seperti misalnya kualitas dari barang yang dijual atau pelayan-pelayanan lainnya yang terkait dengan penjualan. Sekarang pertanyaannya: apakah koperasi mampu menyediakan barang dengan kualitas yang lebih baik daripada barang yang sama dari perusahaan-perusahaan non-koperasi?
Keunggulan non-harga seperti kualitas, mutu, penampilan barang dan pelayanan setelah penjualan saat ini menjadi sangat krusial melihat kenyataan bahwa pasar di Indonesia cenderung semakin menuju pasar persaingan sempurna sebagai konsukwensi dari ikutnya Indonesia dalam kesepakatan-kesepakatan WTO, adanya ASEAN dan APEC dan juga akibat kesepakatan Indonesia dengan IMF setelah terjadinya krisis ekonomi 1997/98. Pertanyaan sekarang misalnya: mampukah koperasi menghasilkan barang dengan harga paling tidak sama dengan harga barang impor dari China yang dikenal sangat murah namun dengan kualitas yang lebih baik daripada barang buatan China? Jadi, tantangan bagi koperasi yang menghadapi pasar persaingan sempurna adalah kesanggupannya melakukan inovasi yang lebih baik daripada pesaing-pesaingnya dalam produk atau proses produksi atau pelayanan anggota. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar