hemm

Jumat, 28 Desember 2012

Review 5: Konsep Pendekatan Kelembagaan


 PROSPEK KOPERASI PENGUSAHA DAN PETANI DI INDONESIA DALAM TEKANAN GLOBALISASI EKONOMI DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN DUNIA
Tulus Tambunan
Kadin-Indonesia/Pusat Studi Industri & UKM Universitas Trisakti

II. Konsep Pendekataan Kelembagaan

Secara kelembagaan, sebuah koperasi adalah suatu organisasi bisnis permanent, yang didirikan dan dijalankan oleh anggota sebagai sebuah unit operasi, disebut sebuah perusahaan koperasi. Fungsinya seperti unit-unit ekonomi permanent lainnya adalah memberikan jasa-jasa komersial dan keuangan atau memproduksi produk-produk pertanian, industri dan lainnya. Suatu hubungan spesial harus ada antara perusahaan koperasi dengan anggota-anggotanya untuk kepentingan atau kesejahteraan anggota-anggotanya (Turtiainen dan Von Pischke,1986), Teori kelembagaan, terutama teori barunya banyak memberikan perhatian terhadap koperasi. Teori baru kelembagaan memperluas model-model ekonomi fundamental yang menggambarkan suatu keseimbangan statis. Teori baru ini menjelaskan bagaimana manusia mengorganisir untuk menghasilkan peraturan-peraturan, menjalankan kontrak-kontrak dan hak cipta, membuat insentif-insentif, dan lain-lain, baik dengan cara memaksakan atau mendorong individu-individu untuk mencapatkan keuntungan kolektif dan efisiensi-efisiensi (Amy dkk., 2004).
Satu aliran dari teori baru kelembagaan ini didasarkan pada tulisan dari North (1990) yang menyatakan bahwa fokus utama dia adalah pada masalah kerjasama manusia. Definisi-definisi dari dia mengenai kelembagaan-kelembagaan dan organisasi-organisasi sangat berguna dalam membuat suatu gambaran yang lengkap dari insentif-insentif dibelakang sejarah perkembangan koperasi di dunia. Noth mendefinisikan kelembagaan sebagai “aturan-aturan permainan”. Kelembagaan-kelembagaan formal dan informal membatasi pilihan-pilihan dan mendorong tindak-tanduk manusia. Kelembagaan-kelembagaan informal mencakup konvensi-konvensi tidak tertulis, kepercayaan-kepercayaan, norma-normal sosial dan codes of conduct sedangkan kelembagaan-kelembagaan formal meliputi sistem-sistem legal dan sipil. Kelembagaan-kelembagaan pasar bisa kesepakatan umum secara informal terhadap aksi-aksi pasar, atau cara-cara formal dibentuk untuk pertukaran/transakti, misalnya suatu salaman bisa menggantikan kontrak-kontrak tertulis antara tetangga dalam melakukan suatu transaksi. Manusia menggunakan semua batasan-batasan atau cara-cara ini untuk mengurangi ketidakpastian dan memperkenalkan stabilitas kedalam interaksi-interaksi sehari-hari. Oleh karena itu, menurut North, kelembagaan-kelembagaan, sebagai suatu hasil, adalah melekat secara konservatif. Kelembagaan-kelembagaan menjelaskan jalur-jalur dari perubahan sejarah yang mentransfer pengaruh-pengaruh dan konvensi-konvensi di masa lalu ke sekarang.
Menurut definisi dari North, kelembagaan-kelembagaan formal terdiri dari tiga kategori. Politik dan peraturan-peraturan judicial menetapkan struktur pembuatan keputusan secara hirarki dari suatu politik, peraturan-peraturan ekonomi mengatur operasi dari transaksi-transaksi pasar, dan kontrak-kontrak berisi ketentuan-ketentuan spesifik untuk kesepakatan-kesepakatan pertukaran/transaksi tertentu and diatur oleh kebiasaan-kebiasaan pasar dan aturan-aturan legal. Kelembagaan-kelembagaan formal berkembang dalam merespons terhadap perubahan-perubahan dalam harga-harga relatif, insentif-insentif yang berubah dan norma-norma budaya. Semua dari aturan-aturan formal ini bisa menjadi komplemen atau kontradiksi terhadap kelembagaan-kelembagaan budaya informal
Salah satu pembahasan mengenai koperasi dilihat dari perspektif teori baru kelembagaan tersebut, yang dapat dikatakan cukup komprehensif adalah dari Conry dkk. (1986). Mereka fokus pada faktor-faktor kelembagaan yang mempengaruhi perkembangan dari suatu tipe dari organisasi usaha yang beroperasi di pasar-pasar pertanian, yakni koperasi pertanian. Koperasi-koperasi pertanian berkembang dan beroperasi di dalam konteks-konteks kelembagaan-kelembagaan ekonomi, budaya, dan legal. Setiap dari bidang-bidang kelembagaan ini mengandung faktor-faktor yang membatasi, mengizini, dan mendorong organisasi-organisasi koperasi. Ciri-ciri budaya, harapan-harapan sosial dan tradisi-tradisi bisa merangsang atau tidak merangsang seseorang menjadi anggota koperasi. Demikian juga, undang-undang yang mengatur koperasi-koperasi pertanian bisa membatasi atau memberikan insentif-insentif bagi perkembangan koperasi. Kelembagaan-kelembagaan informal, formal dan pasar tidak beroperasi secara terisolasi, melainkan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (bisa positif bisa negatif). Gambar 1 mempersentasikan area-area dimana faktor-faktor ini saling mempengaruhi. Di area aA, misalnya, insentif-insentif pasar yang kuat terletak diluar aktivitas yang diperbolehkan secara legal. Di area c, perkembangan koperasi menguntungkan dan disetujui pemerintah atau didukung oleh kebijakan pemerintah tetapi kontradiksi terhadap kepercayaan-kepercayaan atau nilai-nilai yang ada. Area d mencakup kondisi-kondisi yang paling cocok untuk perkembangan koperasi (yakni menguntungkan, legal, dan sesuai kebiasaaan atau adat-istiadat yang berlaku). Di area d, kelembagaan-kelembagaan formal bertepatan dengan kelembagaan-kelembagaan pasar dan budaya.
Gambar 1. Diagram yang memodelkan pengaruh-pengaruh dari kelembagaan-kelembagaan pasar, formal dan informal terhadap organisasi koperasi


Sumber: dikutip dari Figure 1 di Conry dkk. (1986).

Menurut Conry dkk. (1986), ada dua proposisi yang muncul dari penerapan teori kelembagaan terhadap organisasi koperasi, yang berguna untuk mengkaji prospek koperasi. Pertama, persepsi yang tepat mengenai koperasi adalah suatu faktor keharusan dalam menentukan apakah organisasi koperasi memberikan suatu pilihan yang sangat berguna bagi produsen untuk meningkatkan produksinya. Hasil pengamatan mereka menunjukkan bahwa pola-pola sejarah dalam tradisi-tradisi informal, sikap-sikap, kepercayaan-kepercayaan dan nilai-nilai telah menghasilkan perbedaan-perbedaan regional dalam partisipasi produsen-produsen dalam perkembangan koperasi. Proposisi kedua menyangkut efek dari kelembagaan-kelembagaan politik formal. Undang-undang negara yang pro-aktif, kebijakan-kebijakan dan suatu jaringan kerja dari agen-agen pendukung memberikan ventura-ventura koperasi dengan keuntungan-keuntungan pajak, garansi-garansi pinjaman, dana, dan bantuan teknis dan manajemen.. Perbedaan-perbedaan regional dalam kelembagan-kelembagaan politik, legal, dan keuangan memberi dampak yang berbeda terhadap kemampuan produsen-produsen dan efektivitas dalam mengorganisasikan aksi-aksi secara kolektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar